Belum Ratifikasi FCTC, Indonesia Angkat Suara di Pertemuan Regional WHO

Laporan dari Timor Leste

Belum Ratifikasi FCTC, Indonesia Angkat Suara di Pertemuan Regional WHO

Radian Nyi Sukmasari - detikHealth
Senin, 07 Sep 2015 19:02 WIB
Belum Ratifikasi FCTC, Indonesia Angkat Suara di Pertemuan Regional WHO
Foto: M Reza Sulaiman
Jakarta - Sebelas negara anggota WHO di Asia Tenggara membahas pengendalian produk tembakau di masing-masing negara. Indonesia pun angkat suara soal program pengendalian tembakau tersebut.

Dalam sesi diskusi mengenai WHO Framework Covention of Tobacco Control (FCTC), 11 negara anggota WHO mengumpulkan pendapat dan pandangan mengenai program pengendalian tembakau di masing-masing negara.

"Hanya satu negara yang belum meratifikasi FCTC sampai saat ini. Banyak pula kematian akibat konsumsi rokok, tetapi implementasi WHO masih cukup rendah," kata Direktur Regional WHO di Asia Tenggara, Dr Poonam Singh di sela-sela pertemuan komite regional WHO ke-68.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebutan satu-satunya negara yang belum meratifikasi FCTC pastinya tertuju untuk Indonesia. Setelah empat negara yakni Timor Leste, Nepal, Myanmar, dan Sri Lanka menyampaikan strateginya untuk mensukseskan program pengendalian tembakau. Tiba giliran enam negara menyampaikan pendapat dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan program pengendalian tembakau. Salah satunya, Indonesia yang diwakili oleh Kepala Balitbangkes Kemenkes RI, Prof Tjandra Yoga Aditama.


Kepala Balitbangkes RI, Prof Tjandra Yoga Aditama di roundtable FCTC dalam pertemuan regional WHO ke-68 di Timor Leste.


"Indonesia memang belum menandatangani FCTC. Tapi, untuk melindungi program pengendalian tembakau, sampai saat ini sudah ada 180 peraturan daerah yang melarang iklan larangan rokok dan penerapan kawasan tanpa rokok," kata Prof Tjandra di Kementerian Luar Negeri Timor Leste, Dili, Timor Leste, Senin (7/9/2015).

Baca juga: Tekan Konsumsi Rokok, WHO: Perlu Kebijakan dan Pengendalian yang Lebih Kuat

Di tahun 2014, seperti diketahui, Indonesia sudah menerapkan Picture Health Warning. Untuk menjalankan program pengendalian tembakau, lanjut Prof Tjandra, pemerintah juga sudah menjalin kolaborasi dan komunikasi dengan publik, para akademisi, dan pihak lainnya. Pun sudah dibuat roadmap sampai tahun 2035 yang penting untuk menjalankan program kesehatan.

"Banyak tantangan dan pastinya kami akan terus berusaha keras melindungi masyarakat dari bahaya rokok," kata Prof Tjandra. Disebut secara tidak langsung sebagai negara yang belum meratifikasi FCTC, itu berarti Indonesia mendapat 'sentilan'?

"Kita pada kenyataannya memang belum meratifikasi FCTC dan saya kira nggak ada sentil menyentil ya," kata Prof Tjandra sembari tertawa.

Yang jelas, lanjut Prof Tjandra, Indonesia telah melakukan program untuk penanggulangan masalah merokok dan apa yang dilakukan sebagian besar dikatakan Prof Tjandra sudah sama dengan apa yang ada di FCTC. Kecuali untuk pelarangan iklan dan cukai rokok.

"Kenapa begitu? Karena cukai harusnya peraturan pemerintahnya yang membuat adalah kementerian keuangan, sementara kita dari Kemenkes. Terus yang kedua tantangannya memang soal banned. Toh negara lain tidak bisa melakukan total banned segera," tutur Prof Tjandra.

Baca juga: Indonesia Belum Juga Ratifikasi FCTC, Menkes: Tetap Ada Upaya yang Dilakukan (rdn/up)

Berita Terkait