BKKBN Jateng: Performa Sragen Sudah Bagus Tapi Bukan Berarti Tak Dijaga

BKKBN Jateng: Performa Sragen Sudah Bagus Tapi Bukan Berarti Tak Dijaga

Rahma Lillahi Sativa - detikHealth
Sabtu, 03 Okt 2015 16:05 WIB
BKKBN Jateng: Performa Sragen Sudah Bagus Tapi Bukan Berarti Tak Dijaga
Ilustrasi (Foto: Getty Images)
Sragen - Belum meratanya tingkat pendidikan dan ekonomi pada masyarakat Sragen rupanya memberikan andil dalam keberhasilan program keluarga berencana, khususnya dalam menggalakkan penggunaan kontrasepsi.

Hal ini disadari betul oleh Dra Condro Rini, MKes selaku Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Tengah. "Sebetulnya performance Sragen secara umum itu sudah bagus, karena TFR (Total Fertility Rate atau angka kelahiran total) sudah di bawah nasional dan di bawah provinsi," terangnya kepada detikHealth usai perayaan Hari Kontrasepsi Sedunia di Pendopo Bupati Sragen, Sabtu (2/10/2015).

Perlu diketahui bahwa angka TFR Sragen telah mencapai 2,25 anak per wanita usia subur. Padahal TFR di Jawa Tengah berada pada angka 2,5, dan TFR nasional masih stagnan di angka 2,6.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tetapi bila tidak dikelola dengan baik, Rini mengatakan bukan tidak mungkin TFR yang sudah 2,25 tersebut akan meningkat lagi. Sebab ada kendala utama yang menjadi perhatian serius dari Rini dan jajarannya, yaitu rendahnya pemakaian MKJP (metode kontrasepsi jangka panjang), bahkan hal ini tak hanya terjadi di Sragen tetapi juga daerah lain di Jawa Tengah.

"Di Jawa Tengah ini untuk pemakaian kontrasepsi MKJP-nya baru sekitar 30-an persen, sedangkan di Sragen baru sekitar 20,5 persen," ungkapnya.

Rupanya hal ini tak dapat dilepaskan dari faktor sosio-ekonomi dan pendidikan masyarakat Jawa Tengah, khususnya Sragen. Padahal menurut penelitian, pengetahuan masyarakat Sragen terhadap kontrasepsi sebenarnya sudah disebut bagus oleh Rini.

"Mereka ya sudah ber-KB tapi ya itu tadi non-MKJP. Percuma kan pengguna kontrasepsinya tinggi kalau itu menggunakan non-MKJP karena risiko drop out-nya tetep tinggi," imbuh Rini.

"Jadi sudah menggunakan kontrasepsi tapi kan cuma pil, suntik, dan masyarakat kelas bawah kadang-kadang lupa minum pil, padahal kalau nggak minum aktivitas seksual jalan terus, sehingga kemungkinan kehamilan itu besar sekali. Suntik juga begitu, 3 bulan kemudian harus suntik, telat seminggu-dua minggu padahal aktivitas seksual jalan terus jadi kebobolan," urainya.

Hal inilah yang mengakibatkan tingginya angka putus pakai atau drop out pada penggunaan kontrasepsi. Karena tanpa disadari, pasangan memilih kontrasepsi yang justru tidak membantu mereka untuk membatasi atau mencegah kelahiran.

"Angka DO ini di Jawa Tengah, termasuk Sragen, cukup besar, yaitu sekitar 20-25 persen. Jadi ini tantangan yang cukup berat untuk mengalihkan pengguna kontrasepsi dari non-MKJP menjadi MKJP.

Baca juga: Kiat Sragen Turunkan Kelahiran: Sosialisasi KB yang Masif

Faktor kultural juga dikemukakan Rini sebagai kendala lain dalam pelaksanaan program KB. Rini kemudian membandingkan pemahaman masyarakat di negara maju dengan di Indonesia. "Kesadarannya luar biasa, karena mereka betul-betul berpikir kalau anak saya banyak saya nggak bisa hidup. Nah di Indonesia ini belum sampe kepepet seperti itu, kebrojolan hawis rapopo, isih iso urip," terangnya sambil tertawa.

Di sisi lain, Rini mengeluhkan berkurangnya jumlah petugas lapangan yang bertugas mensosialisasikan KB dan alat kontrasepsi lainnya. Padahal jika masyarakat tidak terus diingatkan dan dimotivasi oleh kader, dikhawatirkan minat mereka untuk menggunakan kontrasepsi juga akan menurun.

Untuk itu bersamaan dengan perayaan Hari Kontrasepsi Sedunia 2015, terpilihlah 20 Duta KB Sragen Sejahtera, yang rencananya akan menjadi percontohan bagi daerah lain. 20 duta tersebut terdiri atas 10 bidan dan 10 penyuluh lapangan KB. Program ini didukung penuh oleh Ikatan Bidan Indonesia dan Ikatan Penyuluh Keluarga Berencana, serta PT Bayer Indonesia.

"Apalagi struktur penduduk kita saat ini didominasi oleh penduduk muda atau usia produktif. Terutama usia 15-20 kan usia-usia potensial untuk menjadi pasangan usia subur. Karena proporsinya besar, sehingga ini harus dipersiapkan, salah satunya dengan pemilihan Duta KB ini," katanya.

Baca juga: Perayaan Hari Kontrasepsi Sedunia 2015, Momentum untuk Gaungkan KB Kembali

Rini menambahkan proses seleksi berlangsung selama bertahap. Yang terpilih merupakan kader bidan dan penyuluh lapangan KB yang memberikan kontribusi tertinggi terhadap pemakaian kontrasepsi, utamanya MKJP. "Kan setiap kabupaten itu punya target peserta KB baru untuk tahun ini berapa, nah seberapa jauh kontribusi mereka untuk bisa membantu mencapai target peserta KB baru tersebut kita pantau dari waktu ke waktu," tutupnya.

Kendati begitu, di Sragen sendiri, program serupa sebenarnya sudah berjalan sejak lama. Begitu juga dengan di Jawa Tengah. Namun dengan perayaan Hari Kontrasepsi Sedunia 2015, kiranya pas bila ini dijadikan momentum untuk kembali menggaungkan semangat 'Dua Anak Cukup, Bahagia Sejahtera'.

(lll/vit)

Berita Terkait