"Sampai saat ini sih fine aja dan cukup efektif karena hashtag seperti itu bisa bikin kita lebih bersatu, merasa satu bangsa, dan merasa senasib sepenanggungan. Tapi, tidak takut tidak otomatis berani kan. Bisa saja sedih, galau, atau marah," kata psikolog Anna Surti Ariani atau yang akrab disapa Nina, Jumat (15/1/2015).
"Tapi, dalam konteks kultur budaya kita, hashtag kami tidak takut itu jadi artinya berani. Namun bukan berarti karena kita berani, kita jadi tidak waspada ya," tambahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat berbincang dengan detikHealth, Nina mengatakan tagar lain seperti #KamiBerani atau #JakartaBerani lebih 'tajam', dalam artian memiliki emosi yang jelas ingin dicapai, yaitu berani. Sebab, ketika mengatakan tidak takut, ada banyak opsi perasaan lain yang dialami misalnya sedih, marah, bingung, atau galau.
Namun, Nina menegaskan dari pemberitaan di masyarakat secara tidak langsung sudah menggiring interpretasi masyarakat bahwa tidak takut dalam tagar #KamiTidakTakut berarti berani. Selain itu, Nina juga menyoroti tagar berupa #PrayforJakarta.
"Kalau kata-kata seperti itu memang lebih condong pada suasana prihatin, kasihan, sedih, atau merasa tidak beruntung. Sedangkan, pada tagar #KamiTidakTakut itu kan membawa pesan bersemangat dan kesannya kuat," lanjut Nina.
Baca juga: Jakarta Diteror, Dokter: Tetap Tenang! Terlalu Panik, Asam Lambung Bisa Naik
(rdn/vit)











































