Psikolog Anna Surti Arianni menuturkan, lebih baik jangan bolehkan anak untuk menonton TV sementara. Jika mereka ingin menonton TV, lebih dampingi lagi dan pilihkan acara yang memang ramah anak.
Wanita yang akrab disapa Nina ini mengungkapkan, patut diingat pada anak usia sekolah dasar, ketika ia melihat kejadian itu berkali-kali meskipun kenyataannya hanya satu video yang sama yang diputar berulang, anak akan menganggap kejadian itu terjadi lagi dan lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Teror Bom, Lelucon Polisi Ganteng dan Ancaman Pudarnya Empati
Ia menambahkan, anak tidak sampai detail melihat unsur-unsur yang sama dalam video tersebut. "Anak kan pemahamannya terbatas jadi dia mikirnya ya ini kok peristiwa ada lagi, ada lagi," imbuhnya.
Meski orang tua hendak mengetahui kabar terbaru soal kejadian ini, Nina menyarankan untuk menyaksikan tayangan di TV tapi setelah anak tidur. Jika anak belum tidur, coba cari sumber informasi yang lain, misalnya dengan memanfaatkan gadget. Ketika anak ingin tahu apa yang dibaca orang tua, katakan saja jika yang dibaca oleh ayah atau ibunya adalah urusan orang dewasa.
Nah, biasanya jika dilarang anak akan penasaran. Lalu, bagaimana jika orang tua berbohong dan misalnya mengatakan yang sedang dilihat adalah pekerjaannya?
"Saya nggak menyarankan untuk bohong ya. Katakan aja ini memang urusan orang dewasa dan memang anak kan belum dewasa. Kalau dia nanya dewasa itu gimana, bilang aja kalau sudah punya KTP nah kan kenyataannya anak memang belum punya KTP. Jadi dia bisa ngerti karena memang ada bukti yang konkret," terang Nina.
Baca juga: Hindari Shock Anak dari Peristiwa Bom (rdn/vit)











































