Peneliti Rony Paz dari Weizmann Institute of Science, Israel, mengatakan orang-orang dengan gangguan kecemasan tak bisa membedakan antara ancaman dengan keadaan netral. Diyakini, otak mereka tidak bereaksi terhadap stimulus dari lingkungan dan menganggap seluruh stimulus adalah pertanda bahaya dan ancaman.
"Penelitian kami mengatakan pengidap gangguan kecemasan tidak bisa membedakan sama sekali mana stimulus bahaya, emosi dan kegiatan sehari-hari. Hal ini menjelaskan mengapa mereka selalu dalam keadaan cemas karena menganggap semua stimulus yang diterima otak sebagai ancaman," tutur Paz, dikutip dari Reuters, Selasa (8/3/2016).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
https://health.detik.com/read/2016/03/02/120036/3155510/763/belum-tua-tapi-rambut-sudah-memutih-mungkin-gen-ini-penyebabnya
Penelitian dilakukan Paz kepada 28 partisipan pengidap gangguan kecemasan. Peneliti menggunakan suara sebagai stimulus terhadap tiga keadaan, yakni mendapatkan uang, kehilangan uang dan tidak terjadi apa-apa atau netral.
Paz mengatakan hal ini dilakukan untuk mengecek 'plasticity' otak. Plasticity adalah kemampuan otak untuk berubah dan merespon situasi baru. Biasanya, kemampuan ini dilakukan untuk bereaksi terhadap lingkungan sekitar dan perilaku adaptasi seseorang.
Penelitian dilanjutkan dengan memberikan 15 bentuk suara kepada partisipan. Partisipan diminta untuk membedakan apakah suara tersebut termasuk stimulus mendapatkan uang, kehilangan uang, netral atau bukan termasuk dalam stimulus yang diberikan sebelumnya.
Hasilnya, pengidap gangguan kecemasan membuat lebih banyak kesalahan dalam membedakan stimulus suara. Hal tersebut tidak terjadi pada kelompok kontrol yang tidak memiliki gangguan jiwa jenis apapun.
Terlebih, pencitraan otak pada pengidap gangguan kecemasan menggunakan magnetic resonance imaging (MRI) menemukan adanya aktivitas berlebih di bagian amygdala. Amygdala merupakan bagian otak yang terikat pada rasa takut, cemas dan pendeteksi adanya bahaya.
Dr Darmiaan Denys, pakar pskiatri dari University of Amsterdam mengatakan penelitian ini membuktikan bahwa gangguan kecemasan merupakan penyakit, bukan persepsi atau sebatas cara berpikir seseorang. Oleh karena itu, pengidap gangguan kecemasan harus diobati secara medis.
"Gangguan kecemasan tidak bisa ditolak dan tidak bisa dipilih. Apalagi mengatakan pasien gangguan kecemasan adalah orang-orang dengan semangat atau kontrol pikiran yang lemah. Gangguan kecemasan adalah penyakit dan membutuhkan bantuan medis," tuturnya.
Baca juga: 5 Cara Sederhana yang Bisa Pertajam Ingatan Otak
https://health.detik.com/read/2016/03/01/180340/3155078/763/5-cara-sederhana-yang-bisa-pertajam-ingatan-otak
(mrs/vit)











































