Barbarosa mengatakan perpisahannya terjadi kemungkinan karena sang pasangan menyalahkan dirinya. Ia disalahkan karena terkena sakit Zika ketika hamil dan menyebabkan anak mereka cacat.
"Saya pikir, buat dia ini semua karena salah saya si bayi jadi mengidap mikrosefali. Saat saya betul-betul memerlukannya, dia pergi," kata Barbarosa yang sekarang tinggal di rumah kecil orang tuanya seperti dikutip dari Reuters, Minggu (13/3/2016).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum ada wabah Zika fenomena orang tua tunggal memang tidak jarang di Brazil dengan satu studi menyebut rasionya 1 dari 3 anak miskin tumbuh besar tanpa figur ayah. Tapi saat ini dokter khawatir rasio tersebut akan meningkat drastis terutama untuk para ibu yang anaknya mengidap mikrosefali.
Psikolog Jacqueline Loureiro dari klinik khusus untuk mikrosefali di Campina Grande mengatakan banyak dari para ibu tersebut kesulitan untuk menghadapi stres dan trauma akibat keadaannya. Sebagai contoh dari 41 ibu yang menerima konseling oleh Lourerio, hanya 10 orang yang mengaku menerima dukungan finansial dan emosional yang cukup dari pasangannya.
"Awalnya banyak dari wanita ini mengaku mereka punya pasangan, tapi ketika Anda mengenal mereka lebih dalam Anda akan sadar bahwa si ayah tak pernah ada sehingga bisa dibilang bahwa bayi dan ibunya telah ditinggalkan," kata Lourerio.
Lourerio menyalahkan kondisi ini pada budaya Brazil yang menekankan pentingnya maskulinitas. Peran gender dibatasi sangat jelas di mana wanita hanya bertugas mengurus anak dan menjaga rumah. Oleh karena itu dengan adanya beban tambahan bayi yang cacat, para pria seringnya memilih tak ingin membantu atau pergi menjauh.
Baca juga: Peneliti AS Sebut Percobaan Obat Zika Cukup Berhasil dan Akan Dikembangkan (fds/vit)











































