dr Sigit Solichin SpU dari RS Bunda mengungkapkan, ketika kriptorkismus tidak ditangani, bisa saja tidak terlalu berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Tapi, yang terpengaruh adalah masa depan organ reproduksinya.
"Testisnya kan jadi nggak berkembang. Sehingga, testis sebagai pabrik jadi menghasilkan sperma yang kurang bagus. Masa pubertas anak juga nggak terlalu berpengaruh. Terkecuali, jika anak mengalami bilateral kriptorkismus di mana kedua testis anak tidak turun ke kantong testis. Makin lama, testis anak makin mengkerut sehingga fungsi hormonalnya terganggu," kata dr Sigit saat ditemui baru-baru ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Minder Punya Testis Kecil? Tenang, Ada Alasan untuk Tetap Bangga
Pada pria dengan unilateral kriptorkismus, 13 persennya mengalami azoospermia. Sementara, pada pria dengan bilateral kirptorkismus yang tidak diobati, 98 persen mengalami azoospermia. Azoospermia merupakan kondisi di mana pria tidak dapat mengeluarkan sperma sama sekali pada saat ejakulasi. Jadi, meskipun cairan semen atau spermanya keluar, namun tidak mengandung sel sperma sama sekali alias kosong.
"Menariknya, risiko azoospermia turun sampai 32 persen pada pasien kriptorkismus yang ditangani secara medis. Risiko azoospermia juga turun 46 persen pada pria yang menjalani orkidopeksi saat anak-anak," tulis National Center for Biotechnology Information.
Untuk mengobati kondisi ini, bisa dilakukan terapi hormon seperti human chorionic gonadotropin (HCG), gonadotropin (LH)-releasing hormone (GnRH, LHRH), atau kombinasi. Tingkat keberhasilan terapi hormon sekitar 25 persen. Sedangkan, terapi bedah dengan orkidopeksi memiliki tingkat keberhasilan sampai 80 persen.
Baca juga: Doyan atau Tidaknya Pria Selingkuh, Ukuran Testis Ikut Berpengaruh (rdn/vit)











































