Desember: Wacana Obat ARV untuk ODHA yang Berbayar

ADVERTISEMENT

Kaleidoskop 2016

Desember: Wacana Obat ARV untuk ODHA yang Berbayar

Rahma Lillahi Sativa - detikHealth
Jumat, 13 Jan 2017 18:03 WIB
Foto: ilustrasi/thinkstock
Jakarta - Meski Hari AIDS Sedunia telah diperingati selama bertahun-tahun, masih banyak persoalan yang dihadapi ODHA (Orang dengan HIV/AIDS). Bukan hanya soal jumlah kasus yang terus bertambah dan masih adanya diskriminasi.

Tahun ini muncul wacana yang menyebutkan bahwa obat antiretroviral (ARV) akan diberlakukan menjadi berbayar. Seperti kita tahu, ARV menjadi satu-satunya obat yang dikonsumsi pasien HIV/AIDS agar virus di tubuhnya tidak berkembang.

Bila wacana ini diberlakukan, dikhawatirkan akan semakin banyak pasien yang tak punya pilihan lain selain putus obat atau berhenti minum obat.

"Terutama pada mereka yang sudah biasa minum obat tapi kurang mampu. Biasanya kan bisa dapat gratis di puskesmas atau rumah sakit yang ditunjuk," ujar dr Sarsanto WS, SpOG, Ketua Komite Program Yayasan AIDS Indonesia, seperti diberitakan detikHealth sebelumnya.

Putus obat akan memicu jumlah virus HIV di dalam tubuh pasien kembali bertambah, sehingga menurunkan daya tahan tubuh pasien. "Lalu pasien HIV dengan tuberkulosis misalnya, itu nanti tuberkulosisnya tidak bisa disembuhkan. Kan harus HIV-nya dulu yang ditekan, baru bisa diobati," lanjut dokter yang praktik di RS St Carolus Jakarta tersebut.

Padahal tidak semua pasien HIV/AIDS juga memperoleh ARV yang dibutuhkan. Kadangkala ketersediaannya juga terbatas.
Desember: Wacana Obat ARV untuk ODHA yang BerbayarFoto: ilustrasi/thinkstock

Baca juga: Pakar: Stigma pada ODHA Datang dari Mana Saja

Ada beberapa alasan yang memicu munculnya wacana ini. Pertama, terkait adanya ODHA yang sempat berhenti mengonsumsi ARV sehingga terjadi resistensi. Disampaikan Otto Bambang Wahyudi, Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Jawa Timur, ketika ODHA mengalami resistensi, maka ia harus mengulang pengobatan namun dengan obat yang dosisnya lebih tinggi.

"Masuk pada lini ketiga. Kalau ini pemerintah belum siap menyediakan," jelasnya.

Untuk itu, ARV lini ketiga hanya bisa didapatkan dengan membeli. Lagipula ARV lini ketiga memang memakan biaya yang tidak sedikit, yaitu berkisar Rp 14 juta untuk jatah satu bulan.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, dr Wiendra Waworuntu, MKes mengatakan, wacana ini juga muncul dari ODHA sendiri yang tak mau mengantri di layanan kesehatan yang ditunjuk karena alasan kesibukan pekerjaan.

Selain itu, pemerintah harus mengatur pasokan ARV untuk ODHA warga negara asing (WNA). Yang dimaksud dengan berbayar pun bukan meminta setiap ODHA untuk membayar, akan tetapi Kemenkes mengklaim siap menjual kepada mereka yang membutuhkan. "Keluhan-keluhan ini kita tampung dulu, dan sedang kita kaji," tegasnya.

Wiendra memastikan, ARV diberikan secara gratis oleh pemerintah, dan ODHA tidak pernah dianjurkan untuk membeli.

Baca juga: 4 Kabar Soal Penularan HIV-AIDS Ini Hoax Belaka (lll/vit)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT