Jakarta -
Perbincangan soal legalisasi ganja medis dan minyak ganja untuk pengobatan penyakit klinis masih hangat. Yang terbaru, Argentina melegalkan penggunaan minyak ganja untuk keperluan medis.
Klaim ganja medis dan minyak ganja bisa bermanfaat untuk ilmu kedokteran bukan asal bicara. Sejumlah penelitian sedang dilakukan untuk melihat manfaat ganja bagi pengobatan klinis. Sebagian sudah selesai dan memberi hasil positif, sisanya masih dalam tahap penelitian dan menunggu hasil.
Nah, detikHealth pun merangkum 4 penelitian ilmiah yang dilakukan untuk melihat manfaat ganja medis. Apa saja? Berikut daftar:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Argentina Legalisasi Penggunaan Minyak Ganja untuk Pengobatan
1. Diabetes
Foto: thinkstock
|
Yayasan Sativa Nusantara bekerjasama dengan Lingkar Ganja Nusantara akan melakukan penelitian bersama Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dari Kemenkes. Inang Winarso, ketua YSN, mengatakan pihaknya sudah melakukan kontak dengan Kementerian Kesehatan untuk melakukan penelitian bersama tentang manfaat ganja.
"Saat ini yang sudah disetujui Kemenkes adalah penelitian untuk manfaat ganja terhadap diabetes. Nanti setelah itu akan dilanjutkan ke kanker payudara, kanker kulit, kanker getah bening, epilepsi dan penyakit kronis lain," tutur Inang.
Penelitian akan dilakukan untuk melihat manfaat keseluruhan aspek tanaman ganja, mulai dari akar, batang, daun, biji dan bunganya.
2. Alzheimer
Foto: Getty Images
|
David Schubert, peneliti senior dari Salk Institute for Biological Studies, Amerika Serikat, melakukan studi untuk melihat efek zat Tetrahydrocannabinol (THC) yang ada pada ganja untuk otak. Ditemukan bahwa efek delusi dan halusinasi yang dihasilkan THC mampu menyingkirkan plak jahat di otak yang ditengarai merupakan penyebab alzheimer.
Ditegaskan Schubert, penggunaan ganja medis dalam dosis tepat mampu mengurangi kematian sel-sel neuron otak dan memperlambat datangnya alzheimer.
3. ADHD
Foto: ilustrasi/thinkstock
|
Dr Eva Milz dari Medical Practice for Psychiatry and Psychotherapy, Berlin dan timnya menemukan manfaat ganja medis dapat mengurangi gejala yang dirasakan pasien ADHD (attention deficit hyperactivity disorder) pada orang dewasa.
Pasien diperbolehkan mengonsumsi ganja medis selama 2 tahun. Namun sebelum percobaan dimulai, peneliti juga memberi mereka stimulan seperti yang biasa dipakai untuk mengobati pasien ADHD sebagai perbandingan.
Ternyata partisipan yang mengonsumsi ganja medis dilaporkan mulai memperlihatkan gejala pemulihan, di antaranya terlihat dari peningkatan konsentrasi, kualitas tidur, serta menurunnya tingkat impulsivitas mereka.
4. Epilepsi
Foto: thinkstock
|
Penggunaan ganja medis untuk pasien epilepsi dirasakan cukup bermanfaat. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan dr Orrin Devinsky dari NYU Comprehensive Epilepsy Center.
137 Pasien epilepsi menjadi partisipan obat dengan ekstrak ganja. Hasilnya cukup memuaskan, di mana 54 persen partisipan melaporkan berkurangnya keluhan nyeri dan kejang yang dirasakan setelah 12 minggu mengonsumsi obat ekstrak ganja.
Yayasan Sativa Nusantara bekerjasama dengan Lingkar Ganja Nusantara akan melakukan penelitian bersama Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dari Kemenkes. Inang Winarso, ketua YSN, mengatakan pihaknya sudah melakukan kontak dengan Kementerian Kesehatan untuk melakukan penelitian bersama tentang manfaat ganja.
"Saat ini yang sudah disetujui Kemenkes adalah penelitian untuk manfaat ganja terhadap diabetes. Nanti setelah itu akan dilanjutkan ke kanker payudara, kanker kulit, kanker getah bening, epilepsi dan penyakit kronis lain," tutur Inang.
Penelitian akan dilakukan untuk melihat manfaat keseluruhan aspek tanaman ganja, mulai dari akar, batang, daun, biji dan bunganya.
David Schubert, peneliti senior dari Salk Institute for Biological Studies, Amerika Serikat, melakukan studi untuk melihat efek zat Tetrahydrocannabinol (THC) yang ada pada ganja untuk otak. Ditemukan bahwa efek delusi dan halusinasi yang dihasilkan THC mampu menyingkirkan plak jahat di otak yang ditengarai merupakan penyebab alzheimer.
Ditegaskan Schubert, penggunaan ganja medis dalam dosis tepat mampu mengurangi kematian sel-sel neuron otak dan memperlambat datangnya alzheimer.
Dr Eva Milz dari Medical Practice for Psychiatry and Psychotherapy, Berlin dan timnya menemukan manfaat ganja medis dapat mengurangi gejala yang dirasakan pasien ADHD (attention deficit hyperactivity disorder) pada orang dewasa.
Pasien diperbolehkan mengonsumsi ganja medis selama 2 tahun. Namun sebelum percobaan dimulai, peneliti juga memberi mereka stimulan seperti yang biasa dipakai untuk mengobati pasien ADHD sebagai perbandingan.
Ternyata partisipan yang mengonsumsi ganja medis dilaporkan mulai memperlihatkan gejala pemulihan, di antaranya terlihat dari peningkatan konsentrasi, kualitas tidur, serta menurunnya tingkat impulsivitas mereka.
Penggunaan ganja medis untuk pasien epilepsi dirasakan cukup bermanfaat. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan dr Orrin Devinsky dari NYU Comprehensive Epilepsy Center.
137 Pasien epilepsi menjadi partisipan obat dengan ekstrak ganja. Hasilnya cukup memuaskan, di mana 54 persen partisipan melaporkan berkurangnya keluhan nyeri dan kejang yang dirasakan setelah 12 minggu mengonsumsi obat ekstrak ganja.
(mrs/vit)