"Dia pernah seret istrinya dari luar ke dalam rumah, 'Itu yang buat istri saya mau cerai'," kata anggota itu sambil menirukan omongan Helmi, seperti dikutip dari detikNews.
Menurut penuturan kakak kandung Letty, Afifi Bahtiar, di mata keluarga, Letty dikenal sebagai pribadi yang tertutup dan penyayang. Dia menyimpan rapat-rapat kasus KDRT yang dialaminya kepada keluarga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Afifi mengatakan Letty tak pernah mengaku dipukul oleh Helmi. Bahkan Afifi baru mengetahui soal memar KDRT itu dari foto Letty di grup WhatsApp (WA) keluarga.
Baca juga: Balada dr Letty: Korban KDRT, Minta Cerai dan Ditembak Mati Suami
"Saya kan nggak tinggal di Jakarta, tapi saya pernah dengar sering memar itu, pas ditanya katanya jatuh. Ya kita pikir benar jatuh, pas lama-lama kita lihat itu terakhir itu kemarin dia ke dokter, ada grup WA keluarga di foto itu memar semua (kaki dan tangan) ya sudah saya sarankan proses saja lapor ke polisi," tutur Afifi.
Lantas mengapa kebanyakan kasus orang yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga selalu menutupi apa yang dilakukan pasangannya?
"Tidak semua korban KDRT menutupi kisahnya. Tapi memang ada sebagian yang demikian," tutur psikolog klinis dewasa, Christina Tedja, M.Psi, Psikolog, atau yang akrab disapa Tina saat dihubungi detikHealth.
Menurut Tina, umumnya korban KDRT bertahan dalam hubungan atau pernikahan yang penuh kekerasan dengan harapan bahwa keadaan mereka akan membaik suatu hari nanti. Sampai titik di mana korban terjebak pada situasi menakutkan seperti ini.
"Umumnya karena masih berharap pasangan bisa berubah, masih ingin memberi harapan, masih mau menyelamatkan rumah tangga, mau menjaga image pasangan sebagai orang tua dari anak," pungkas Tina.
Baca juga: Mungkinkah Percekcokan Rumah Tangga Bikin Seseorang Halusinasi? (hrn/up)











































