Tetapi Ketua Komite Penanggulangan Penyakit Kardioserebrovaskular Indonesia (PERKI), Dr dr Anwar Santoso, SpJP(K) meyakini bahwa jika harga rokok dinaikkan akan berdampak baik bagi kesehatan masyarakat dan juga pendapatan negara.
"Ada satu studi yang dilakukan di Afrika Selatan dan Perancis dari tahun 1990-2005, jika harga rokok dinaikan tiga kali lipat, maka prevalensi jumlah orang merokok berkurang separuh," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada penelitian tersebut, dengan menaikkan harga rokok justru tidak membuat negara merugi. Petani tembakau dan buruh kerja pabrik yang dijadikan alasan pemerintah tidak menaikkan harga rokok pun masih bisa terus bekerja.
Selain itu, dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang harus berhenti merokok sebelum memasuki usia 40 tahun.
"Maka diputuskan bahwa paling bagus berhenti merokok sebaiknya dilakukan di bawah 40 tahun, maka relative risk-nya berkurang 20 persen," tutur dr Anwar.
Bukan hanya perokok aktif, perokok pasif yang kerap terpapar asap rokok pun memiliki risiko yang sama, mulai dari penyakit jantung, stroke, kanker, dan penyakit lainnya.
(wdw/up)











































