Prancis Turunkan Jumlah Perokok, Trennya Pindah ke Negara Berkembang

Prancis Turunkan Jumlah Perokok, Trennya Pindah ke Negara Berkembang

Firdaus Anwar - detikHealth
Kamis, 31 Mei 2018 06:10 WIB
Prancis Turunkan Jumlah Perokok, Trennya Pindah ke Negara Berkembang
Prancis bisa bangga karena berhasil menekan konsumsi rokok warganya, kapan Indonesia menyusul? (Foto ilustrasi: Sapta Agung Pratama)
Jakarta - Dalam laporan terbarunya Prancis disebut berhasil menurunkan angka perokok. Namun analisa per negara melihat tren merokok hanya berpindah ke negara berkembang.]

Studi terbaru yang dilakukan oleh Public Health France melihat bahwa kebiasan merokok di Prancis mengalami penurunan yang signifikan. Setidaknya dari tahun 2016-2017 ada lebih dari satu juta orang yang diperkirakan berhenti merokok.

Mengapa bisa turun? Menurut studi kemungkinan karena keberhasilan berbagai program pemerintah yang menekan industri mulai dari menjual rokok dengan bungkus polos, memberikan subsidi untuk yang ingin berhenti, peningkatan cukai, hingga kampanye bulan bebas rokok.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Survei melihat bahwa tahun 2016 lalu ada sekitar 29,4 persen orang usia 18-75 tahun yang merokok di Prancis. Angka tersebut berkurang tahun 2017 menjadi sekitar 26,9 persen.

Menteri Kesehatan Prancis Agnes Buzyn menyambut kabar gembira tersebut. Menurutnya kebiasaan merokok hanya menjadi beban terutama bagi masyarakat di kelas menengah ke bawah.

"Rokok adalah jalan menuju ketimpangan, karena akan sangat membebani mereka yang kondisinya sudah memprihatinkan dan jadi semakin buruk," ungkap Agnes seperti dikutip dari BBC, Kamis (31/5/2018).

Meski Prancis melaporkan penurunan, studi lain melihat bahwa secara global konsumsi rokok justru meningkat. Analisa per negara melihat tren merokok hanya berpindah dari negara maju ke negara berkembang dengan angka kematian paling banyak terjadi di India, China, Rusia dan Amerika Serikat.

"Epidemi rokok sedang diekspor dari negara kaya ke negara berpenghasilan rendah dan menengah," tulis peneliti.

(fds/up)

Berita Terkait