Melalui kuasa hukumnya, Rusdianto Matulatuwa, SH, gugatan ini didasari karena BPJS dianggap melanggar hukum dengan tidak menjamin pengobatan anggotanya sebagaimana mestinya. Disebutkan bahwa alasan BPJS menghapus trastuzumab karena mahal.
"Tidak sepantasnya BPJS membuat persoalan ini dengan suatu objek yang mahal," ujar Rusdianto saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rusdianto mengatakan bahwa pihak BPJS tidak memiliki itikad baik untuk membantu kliennya, Yuniarti dalam mendapatkan pengobatan yang terbaik. Pihak BPJS justru memberitahukan bahwa ada 22 obat lain untuk kanker yang tidak disebutkan secara detail.
"Bagi kami adalah BPJS mencoba untuk mencandai kami dengan nyawa. Mencoba obat sana, mencoba obat sini," ungkap Rusdianto.
"Kami bukan kelinci percobaan. Karena berkaitan dengan nyawa. Ini orang bukan benda," tegasnya.
Presiden Republik Indonesia juga digugat karena bertanggungjawab atas BPJS. Juga Menteri Kesehatan yang menaungi Dewan Pertimbangan Klinis, yaitu dewan yang memberikan keputusan untuk menghapus trastuzumab dari jaminan BPJS.











































