"(Kemenkes) sebenarnya sudah (memberi izin), kalau tidak memberikan pasti ada surat keputusan untuk tidak boleh melakukan," ujarnya saat ditemui di Rumah Sakit Kepresidenan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Senin (12/11/2018).
Menurut dr Terawan, hal ini berkaitan dengan kompetensi radiologi intervensi. Yaitu sub-spesialisasi radiologi yang memanfaatkan prosedur minimal invasif untuk mendiagnosis dan mengobati penyakit pada hampir semua organ tubuh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kompetensi lain mau ngomong yang bagaimana, ya biarin saja. Ini adalah kompetensi radiologi. Kalau nggak percaya ya memang bukan ilmunya, ini adalah ilmu radiologi intervensi," lanjutnya.
dr Terawan berharap temuannya ini tidak dipermasalahkan lagi. Karena sudah banyak masyarakat, baik Indonesia maupun dunia yang melakukan terapi DSA ini.
"Terus yang dipermasalahkan apanya? Wong seluruh dunia ikut ke sini, ya kita mempermalukan diri sendirilah," katanya.
Ia menyebut selain dari Indonesia, pasiennya berasal dari belahan benua lain, seperti Amerika dan Eropa. Masyarakat dari beberapa negara Asia, seperti Korea, Jepang, dan Cina pun pernah menjadi pasiennya untuk terapi 'cuci otak' ini.











































