Syok psikologis bisa saja terjadi ketika seseorang mengalami pengalaman emosional yang kuat dan reaksi fisik sebagai respon dari kejadian -- yang biasanya tidak terduga -- dan menimbulkan stres atau tekanan.
Dilansir Psychology Today, ada beberapa kejadian yang bisa menimbulkan syok psikologis termasuk di antaranya kecelakaan, putus cinta, seseorang yang dicintai mengalami kejadian menyedihkan, atau situasi yang menimbulkan rasa takut seperti pesawat yang sedang mengalami turbulensi parah, misalnya. Alice Boyes, PhD, penulis 'The Anxiety Toolkit' dan 'The Healthy Mind Toolkit' menjelaskan lebih lanjut soal hal ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Apa yang harus dilakukan
"Karena sulit untuk berpikir jernih syok, memberi diri sendiri kesempatan untuk tenang sebelum bertindak adalah hal yang diperlukan, kecuali diperlukan tindakan cepat," tulis Boyes.
Perasaan untuk misalnya lari dari tanggung jawab usai menabrak orang misalnya bisa saja kamu alami, bukan berarti kamu jahat namun itu hanyalah respon dari fight-flight yang terjadi.
Dalam situasi terdesak, mungkin dibutuhkan arahan dari polisi atau petugas, jadi tenanglah. Jangan lakukan gerakan tiba-tiba. Minta petugas untuk mengulang instruksi yang diperlukan apabila belum merasa jelas.
2. Sakit perut hingga nyeri otot karena syok
Hormon stres yang terjadi karena peristiwa menegangkan membuat tubuh seseorang menjadi kacau, dan ini bisa berlangsung selama beberapa saat hingga hitungan jam atau lebih. Saat ini terjadi, kamu mungkin merasa mual, pusing, dan merasakan ketegangan otot, nyeri, atau kaku.
Mengapa bisa sampai merasakan sakit? Ketika kamu mengalami reaksi syok, biasanya kamu secara tidak sadar akan menegangkan otot-otot. Yang dibutuhkan tubuh adalah menjaga diri dengan baik dan mendapatkan dukungan sosial dari orang-orang terdekat.
3. Tubuh manusia yang sangat hebat
Manusia sangat pandai mengatasi pengalaman traumatis. Dengan memahami apa yang terjadi pada tubuh dan pemikiran, itu dapat membantu mengurangi rasa takut dari pengalaman tersebut.
"Bila kamu memiliki reaksi yang lebih berkelanjutan terhadap trauma, pelajarilah diri kamu tentang bagaimana menghadapi emosi, dan temui terapis jika memang memerlukannya," tandasnya.
Simak Juga 'Detik-detik KRL Jakarta-Bogor Terguling, Penumpang Berhamburan':












































