Menurut Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ( P2P) Dinas Kesehatan Papua Aaron Rumainum, ada beberapa kebiasaan yang memang menjadi perhatian. Kebiasaan ini mempengaruhi kesehatan masyarakat di wilayah tersebut.
"Kita perlu pendekatan antropologi budaya untuk mengatasinya. Selain pemenuhan infrastruktur dan keamanan untuk menjangkau wilayah Papua, misal kulkas untuk simpan vaksin, pesawat untuk kirim obat, keamanan, dan tenaga kesehatan," kata Aaron.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut 4 kebiasaan di Papua yang patut menjadi catatan di bidang kesehatan.
1. Wanita melahirkan di hutan
Hal yang sama berlaku bagi wanita yang sedang datang bulan atau menstruasi. Menurut Aaron, beberapa suku di kabupaten dan kota masih menerapkan kebiasaan yang berisiko bagi kesehatan ibu dan anak.
"Kebiasaan ini didasarkan pada kebudayaan tidak boleh sembarangan melihat alat kelamin perempuan. Padahal melahirkan harus di fasilitas kesehatan supaya ibu dan anak bisa selamat, sekaligus mulai pemberian ASI (Air Susu Ibu)," kata Aaron.
2. Kebiasaan mengunyah sirih
Kebiasaan mengunyah sirih masyarakat Papua hampir sama dengan warga Papua Nugini. Masalah bukan pada sirih atau buah pinangnya, tapi pada kapur yang mengakibatkan timbul warna merah. Kapur terbuat dari kulit kerang yang biasa disebut bia.
"Di Papua Nugini, kapur ini jadi risiko kanker rongga mulut. Hal yang sama bisa terjadi di Papua jika kapur masih digunakan saat nyirih. Untuk mengatasi ini harus ada pendekatan budaya pada masyarakat," kata Aaron.
3. Masih ada yang seks bebas
Menurut Aaron dalam suatu komunitas masyarakat pasti ada yang menerapkan seks bebas. Warga yang 'nakal' ini berisiko menularkan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) pada pasangannya. Salah satu pencegahannya adalah dengan menggunakan kondom.
"Kita bukannya melegalkan seks bebas dengan penggunaan kondom. Namun masih ada yang beranggapan seperti itu. Kita juga kesulitan menyediakan kondom karena keterbatasan akses. Kondom ini untuk melindungi warga supaya tidak tertular HIV dan AIDS," kata Aaron.
4. Sebetulnya tidak menolak sunat
Aaron yakin sunat menjadi cara efektif menjaga kesehatan dan mencegah IMS. Masyarakat Papua juga sebetulnya tidak menolak sunat, yang sempat disosialisasikan dengan metode PrePex. Berbeda dengan sunat yang dilakukan dengan metode konvensional.
"Masyarakat takut dengan operasi karena harus bius dulu terus gunting, beda dengan PrePex yang cukup dengan nempelin alat. Dulu sudah ada seribuan dewasa yang kita sunat dengan PrePex. Sekarang tidak lagi karena yang ada metode medis," kata Aaron.
5. Beralih makan nasi putih
Aaron juga menyoroti sebagian masyarakat Papua yang beralih makan nasi. Peralihan umumnya terjadi di perkotaan bukan wilayah desa. Warga Papua awalnya mengonsumsi sagu dan umbi sebagai makanan pokok.
"Dulu ada riset, kalau orang Papua mengganti makanan asli maka akan mengalami sindrom metabolik misal diabetes dan hipertensi. Sekarang penyakit ini meningkat dan orang mulai obesitas. Umumnya terjadi di perkotaan, kita mulai lakukan skrining dan sosialisasi untuk mencegah penyakit tersebut," kata Aaron.
(up/up)











































