Menjawabnya, dr Dikky Prawiratama, SpKK, ahli dermatologi dari Erha Derma Center Yogyakarta selalu mengedepankan bahwa sebaiknya mulai usia 17 tahun ke atas. dr Dikky beralasan bahwa dalam dunia kedokteran, usia tersebut merupakan usia di mana seseorang sudah matang dan paham serta bisa memutuskan atas tubuhnya sendiri.
dr Dikky juga mengisahkan pernah mendapat pasien berusia 12 tahun atau setara dengan usia anak SD. Seharusnya, anak-anak seusia tersebut belum boleh melakukan injeksi filler karena wajah dan tubuhnya masih dalam perkembangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bukan hanya sekali, namun beberapa kali dr Dikky mendapati fenomena tersebut. Ia mengatakan bahwa besar kemungkinan fenomena tersebut didasari oleh faktor tekanan media sosial dan juga bullying yang terjadi di lingkungannya, ditambah tekanan dari orang tua.
"Kadang jadi bocahnya sendiri itu baik-baik aja. Tapi karena orang lain sebetulnya dia merasa dia harus diubah wajahnya. Kalau saya personally sih akan menolak ya, akan saya edukasi dulu, akan saya ajak rujuk ke psikiater karena sebetulnya yang harus diubah adalah mindset, bukan wajahnya," lanjutnya.
Di klinik tempatnya berpraktik, ia menyebut hampir tiap minggu fenomena ini terjadi dan jumlahnya terus bertambah. Belum lagi rata-rata anak seusia SD sudah memiliki ponsel, di mana mereka bisa mengakses YouTube yang menampilkan para beauty vlogger yang sangat cantik, atau beberapa figur terkenal di media sosial.
"Ini suatu fenomena. Kita bisa lihat kan anak SD jaman sekarang kan pasti udah punya HP kan. Mereka lihat di youtube itu beauty-beauty blogger, mereka cantik-cantik, hidungnya mancung, dagunya lancip. Mungkin mereka jadi pengen jadi seperti itu. Padahal kan anak-anak harusnya menikmati jadi anak-anak," tandasnya.
(frp/up)












































