Kenangan dan Harapan Tenaga Kesehatan yang Pernah Mengabdi di Papua

Kenangan dan Harapan Tenaga Kesehatan yang Pernah Mengabdi di Papua

Firdaus Anwar - detikHealth
Jumat, 30 Agu 2019 13:25 WIB
Kenangan dan Harapan Tenaga Kesehatan yang Pernah Mengabdi di Papua
Para tenaga kesehatan mengabdi dalam program Nusantara Sehat. (Foto: dok.Pribadi/Amalia Usmaianti)
Jakarta - Situasi Papua, khususnya di Kota Jayapura dilaporkan masih belum kondusif usai unjuk rasa yang berujung kericuhan pada Kamis (29/8) kemarin. Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana bertemu dengan para kepala suku dan tokoh Papua untuk meredam konflik berkepanjangan.

Peristiwa kericuhan ini bisa dilacak dari kejadian yang melibatkan mahasiswa Papua di pulau Jawa. Di Malang sempat ada bentrok mahasiswa Papua dengan polisi dan di Surabaya terjadi penggerudukan asrama mahasiswa Papua oleh warga.

Terkait hal tersebut para tenaga kesehatan yang pernah mengabdi di wilayah perbatasan Papua mengungkapkan keprihatinannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


dr Amalia Usmaianti (29) contohnya yang dua tahun bertugas di Distrik Ninati, Kabupaten Boven Digoel, mengaku sedih. Wanita asal Aceh ini selama bertugas merasa sangat disambut oleh masyarakat setempat tidak ada rasa asing.

"Kebetulan kemarin ada pasien saya mahasiswa papua lagi KKN di dekat klinik. Terasa banget saya sedihnya, kasihan gitu, kok mereka kaya dibedain padahal sama-sama orang Indonesia," kata dr Lia yang kini praktik di Bogor pada detikHealth, Jumat (30/8).

"Harapan saya semoga keadaan yang memanas ini segera dingin kembali. Kita harus bisa lebih menerima, beri rasa kekeluargaan," lanjutnya.

Hal serupa juga diutarakan oleh analis kesehatan Maisyah Fitri (25) dari Kendari, Sulawesi Tenggara. Selama tahun 2016-2018 ia bertugas membantu identifikasi dan pengobatan kasus tuberkulosis dan malaria di tengah hutan Kecamatan Ambatkuy.

"Selama dua tahun itu kalau dibandingkan dengan tempat tugas sekarang ada yang tidak saya temukan. Ramahnya dan rasa saling menghargai mereka enggak saya temukan di tempat kerja baru," kata Maisyah dihubungi terpisah.

Menurut Maisyah kondisi saat ini kemungkinan terjadi karena stereotip negatif yang menganggap seluruh masyarakat di Papua anti Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akibat ulah oknum. Padahal dari pengalamannya tidak demikian.

"Kalau di perbatasan upacaranya jauh lebih khidmat bagaimana mereka menaikkan bendera. Kembali Bhinneka Tunggal Ika. Kita dari Sabang sampai Merauke termasuk Papua harus saling besar hati, memaafkan, introspeksi diri," pungkasnya.

"Kita orang semua basodara..." (Foto: Instagram/maisyahfs)





(fds/wdw)

Berita Terkait