Tetapi bagaimana jika anak terlanjur menontonnya? Kadang situasi tak selalu bisa dikendalikan. Misalnya, diam-diam anak remaja nonton sendiri bersama rekan-rekannya. dr Heriani menyarankan untuk memberikan edukasi yang benar soal pembelajaran yang dapat dipetik dari kisah Joker. Karena di film tersebut sarat dengan masalah kesehatan jiwa.
"Anak-anak kan berpikirnya konkret ya, mereka kalau melihat itu 'oh kalau saya disakiti saya boleh nembak dong, saya boleh bales dong'. Ngeri banget, itu (bisa) memicu," ujarnya saat ditemui di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (9/10/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk menghindari itu, edukasi dari orangtua sangat penting. dr Heriani memberikan contoh perkataan yang bisa dikatakan kepada anak-anak yang menonton film tersebut.
"Bisa bilang 'dia kasihan ya, makanya kalau ada teman yang sedih jangan suka ngata-ngatain teman, jangan dipermalukan, kan kasihan'" sarannya.
"Sebenarnya itu pelajaran buat orang-orang untuk mendengarkan lebih baik, kalau saya pikir moral of story-nya kasih lah hati dan telinga kita untuk orang yang nggak punya siapa-siapa, bukannya malah diketawa-ketawain," lanjut dr Heriani.
Agar anak tidak mencontoh hal yang tidak baik setelah menonton film Joker tersebut, dr Heriani mengimbau agar orangtua menjadi role model yang baik bagi anak-anaknya. Hal ini juga penting sekali untuk kesehatan mental seorang anak.
(wdw/up)











































