Terkait Dampak ke Paru, Apple Hapus 181 Aplikasi Vape dari App Store

Terkait Dampak ke Paru, Apple Hapus 181 Aplikasi Vape dari App Store

Widiya Wiyanti - detikHealth
Senin, 18 Nov 2019 18:00 WIB
Terkait Dampak ke Paru, Apple Hapus 181 Aplikasi Vape dari App Store
Ilustrasi vape. Foto: iStock
Jakarta - Perusahaan besar Apple menghapus semua aplikasi terkait rokok elektrik atau vape dari App Store. Setidaknya ada sekitar 181 aplikasi yang berkaitan dengan vape, sebagian berpusat pada permainan, layanan jejaring sosial, atau aplikasi berita.

Hal ini dilakukan mengingat Pusat Pengendalian dan Pencegah Penyakit AS (CDC) mengatakan bahwa ada ribuan kasus merusak paru-paru terkait vape yang dikenal dengan istilah EVALI (E-cigarette or Vaping Product use-Associated Lung Injury).

"Kami sangat berhati-hati untuk merancang App Store sebagai tempat terpercaya bagi pelanggan, terutama kaum muda untuk mengunduh aplikasi. Kami terus mengevaluasi aplikasi, dan berkonsultasi dengan bukti terbaru, untuk menentukan risiko bagi pengguna," kata juru bicara Apple dikutip dari Newsweek.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami telah memperbarui Pedoman Peninjauan App Store untuk mencerminkan bahwa aplikasi yang mendorong atau memfasilitasi penggunaan produk ini (vape -red) tidak diizinkan. Sampai hari ini, ini tidak lagi tersedia untuk diunduh," lanjutnya.



Kebijakan Apple ini telah diberlakukan sejak Juni lalu. Sementara penjualan vape dan sejenisnya memang sudah dilarang Apple sejak lama.

CDC melaporkan, setidaknya 2.100 kasus EVALI ada di 49 negara bagian dan ditemukan 42 orang tewas per tanggal 13 November 2019. Hingga kini, kasus tersebut dikaitkan karena vape yang mengandung THC (tetrahydrocannabinol), senyawa aktif yang terdapat pada ganja dan juga vitamin E asetat.

"Orang tidak boleh menambahkan zat apapun ke rokok elektrik atau produk vape yang tidak dimaksudkan oleh produsen, termasuk produk yang dibeli melalui perusahaan ritel. CDC akan terus memperbarui data terbaru dari penyelidikan wabah ini," kata CDC.




(wdw/up)

Berita Terkait