"Kita akan periksa psikologis pelaku apakah ada kelainan yang bersangkutan ini atau tidak," kata Kapolres Jakarta Timur Kombes Arie Ardian kepada wartawan di Polres Jakarta Timur, Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (21/1/2020).
Menanggapi hal ini psikolog Ratih Zulhaqqi, MPsi, dari RaQQi - Human Development & Learning Centre, mengatakan kasus pelecehan seksual tidak selalu berkaitan dengan status pernikahan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya masih terlalu dini untuk mengatakan kondisi pelaku mempunyai kelainan seksual atau tidak, tanpa adanya pemeriksaan lebih lanjut.
Ratih pun mengatakan, orang yang melakukan begal bokong atau pelecehan seksual cenderung memiliki adrenalin yang tinggi, sehingga dapat melakukan hal-hal ekstrem yang tidak biasa dilakukan oleh orang pada umumnya.
"Kemudian mungkin pemahaman normalnya juga bermasalah, dia tahu kalau perbuatannya salah tapi dia tidak tahu bagaimana caranya mengontrol agar tidak melakukan tindakan itu. Bisa jadi implusivitas (melakukan tindakan berdasarkan insting), cuma beberapa gejala itu tetap belum bisa untuk menyimpulkan apakah dia punya masalah kepribadian atau masalah tertentu misalnya," ucap Ratih.
Namun tetap saja, tindakan penyimpangan seperti pelecehan seksual tidak pantas untuk dilakukan.
"Kalau gejala-gejalanya sih agak aneh ya, karena itu di luar normalitas. Apalagi orangnya sudah menikah dia mempunyai pasangan yang sah untuk dia 'begal-begal' gitu kan. Kalau secara logika sih ya gitu dia mempunyai fantasi yang berbeda," pungkasnya.
(up/up)











































