Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya melarang mudik Hari Raya Idul Fitri 2020. Sejumlah aturan akan diterapkan untuk memastikan larangan tersebut bisa dipatuhi.
Larangan mudik ini diumumkan pada Selasa (21/4/2020) kemarin. Kebijakan ini bisa menimbulkan dampak terkait kasus Corona di Indonesia. Salah satunya mencegah lonjakan kasus baru Corona di Indonesia.
Berikut 6 hal terkait dampak dan fakta terkait kebijakan larangan mudik Lebaran oleh Jokowi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Bisa cegah 2.000 lonjakan kasus
Dipaparkan oleh Tim pakar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), menyebut dengan adanya larangan ini diharapkan perkiraan lonjakan 2.000 kasus positif Corona tidak terjadi.
"Ya baguslah, jadikan artinya bahan permodelan kita dipakai untuk mengambil kebijakan. Ini yang ditakutkan adalah adanya peningkatan kasus, di kampung halaman di Jawa di luar Jabodetabek, kalau dibiarkan. Nah sekarang kan dilarang, bagus. Artinya estimasi 2.000 kasus itu diharapkan tidak terjadi," ujar anggota tim pakar FKM UI Pandu Riono saat dihubungi detikcom, Selasa (21/4/2020).
2. Tekan potensi penyebaran Corona
Pada prinsipnya, mudik berpotensi menjadi sumber penularan infeksi COVID-19 dari satu daerah ke daerah lain. Potensi endemik virus Corona di daerah tujuan mudik akan lebih cepat dan besar. Disebutkan oleh Staf Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Panji Fortuna Hadisoemarto, pelarangan mudik bisa membuat potensi penyebaran virus Corona menurun.
"Tapi kita tidak bicara bahwa tidak ada mudik akan menghentikan penularan penyakit yang sudah terjadi di dalam masing2 daerah. Supaya penularan yang sudah terjadi bisa dihentikan, maka intervensi seperti PSBB dan isolasi kasus harus tetap dijalankan dengan efektif," ujarnya kepada detikcom melalui pesan singkat, Selasa (21/4/2020).
3. PSBB tetap harus dipatuhi
Tim pakar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) menyebut, larangan mudik efektif untuk mencegah penyebaran COVID-19. Pandu menyarankan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat memberlakukan PSBB secara nasional dan memiliki target untuk mengakhiri wabah virus Corona.
"Sangat efektif, karena bagian dari PSBBnya seperti itu. Karena PSBB untuk mudiknya luas makanya saya kembali menghimbau kepada Pak Presiden untuk memberlakukan PSBB secara nasional, supaya lebih efektif dan kita harus punya target untuk bisa mengakhiri masalah ini pada bulan ke-berapa," tuturnya.
4. Cegah lonjakan kasus di daerah-daerah
Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME), Prof Amin Soebandrio, menyambut positif kebijakan ini. Menurutnya mudik dapat meningkatkan risiko penyebaran virus Corona yang semakin meluas ke daerah-daerah.
"Mudik itu berpotensi untuk memindahkan virus dari satu daerah ke daerah lain terutama dari kota besar ke daerah-daerah di kota-kota kecil," kata Prof Amin saat dihubungi detikcom, Selasa (21/4/2020).
5. Mirip dengan karantina wilayah
Sebelumnya, Wuhan sebagai episentrum penyebaran virus Corona pertama di China juga melakukan pembatasan perjalanan dan lockdown beberapa hari sebelum perayaan Tahun Baru Imlek. Hal tersebut terbukti bisa menekan penularan virus Corona.
"Saya pikir melarang mudik sudah mirip-mirip mengkarantina wilayah, ya," ujar Staf Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Panji Fortuna Hadisoemarto.
6. Prediksi wabah Corona bergeser
Prof dr Ascobat Gani, MPH, DrPH, Guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) mengatakan prediksi akhir wabah Corona yang semula diprediksi pada akhir April bisa bergeser jika warga tetap nekat mudik.
"Bergeser tergantung perilaku masyarakat, yang dulu sudah bikin kan akhir April, itu kan asumsinya masyarakat patuh, tapi sekarang lihat patuh nggak masyarakat," ungkapnya saat dihubungi detikcom Rabu (22/4/2020).
"Ya mungkin Mei, Juni, ya apalagi kalau mudik nanti bergeser lagi, ya kalau terus bergeser begitu beban kita, beban pelayanan kesehatan nggak sanggup, tenaga kesehatan juga sudah banyak yang jadi korban, ya kan," lanjutnya.
(up/up)











































