Presiden Joko Widodo meminta cuti bersama Desember 2020 dan libur panjang akhir tahun dipangkas. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi terjadinya klaster libur panjang penyebaran COVID-19.
Arahan presiden tersebut disampaikan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy di YouTube Sekretariat Presiden, Senin (23/11/2020).
"Yang berkaitan dengan masalah libur cuti bersama akhir tahun, termasuk libur pengganti cuti bersama hari raya Idul Fitri, Bapak Presiden memberikan arahan supaya ada pengurangan," kata Muhadjir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahli epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman, menyetujui tindakan pemerintah untuk mengurangi libur panjang demi cegah klaster COVID-19. Hanya saja di Desember mendatang, ada beberapa kegiatan lain yang juga bisa memicu terjadi lonjakan kasus, seperti Pilkada.
"Jika liburan ini dipotong memang ada dampaknya, tapi itu tidak terlalu signifikan kalau lainnya (kegiatan) seperti pilkada itu diperbolehkan juga," kata Dicky saat dihubungi detikcom, Senin (23/11/2020).
Hingga saat ini pemerintah belum berencana untuk menunda penyelenggaraan Pilkada 2020. Padahal desakan untuk menunda kegiatan tersebut kerap digaungkan banyak pihak demi cegah penyebaran COVID-19.
Menurut Dicky, tidak hanya libur akhir tahun yang harus diantisipasi tetapi interaksi dan mobilitas massa yang sangat mungkin terjadi di Pilkada 2020 yang bakal dilaksanakan 9 Desember mendatang.
"Jadi imbauan dari presiden ini benar. Tapi mohon juga beliau harus mengetahui bahwa tidak hanya libur panjang. Di Desember itu potensi yang melibatkan mobilitas dan interaksi manusia itu ada pilkada, natal (kegiatannya), libur panjang akhir tahunnya, bisa jadi ada reuni atau demo. Itu semua sama, tidak bisa dibedakan," jelas Dicky.
Bagaimana cara agar kasus COVID-19 tak naik? Simak laman selanjutnya
Pakar epidemiologi dari Universitas Gajah Mada, Riris Andono mengatakan cuti bersama Desember 2020 tidak akan berpengaruh pada peningkatan kasus Corona jika masyarakat tetap di rumah dan melaksanakan protokol kesehatan jika berpergian.
"Sebenarnya bukan liburnya, yang penting itu kan social distancing-nya. Kalau kemudian problem-nya kan begini, libur itu diidentikkan dengan boleh pergi ke mana-mana. Padahal kan nggak, tapi libur kan libur bekerja. Bukan kemudian libur itu diterjemahkan kemudian boleh untuk pergi ke mana-mana, atau kemudian boleh berkumpul di mana-mana. Problem-nya kan di situ," kata Riris
Kalaupun harus pergi berlibur, Riris meminta agar masyarakat memilih tepat liburan di raung terbuka. Pada saat liburan, protokol kesehatan harus dilaksanakan.
"Kalaupun misalnya mau liburan carilah tempat yang tidak berkerumun dan menghindari kerumunan di tempat terbuka kalau bisa. Itu yang tidak diterjemahkan ketika membuat kebijakan libur," tuturnya.
Simak Video "Video: Saran Pakar soal Pemberian Susu Formula untuk Bayi Korban Bencana"
[Gambas:Video 20detik]
(kna/up)











































