Vaksin Sinovac, AstraZeneca, Sinopharm, Mana Paling Manjur?

AstraZeneca
1. Efikasi
Mengacu pada studi di Lancet, uji klinis tahap ke-3 di Brasil, Afrika Selatan, dan Inggris menunjukan efikasi vaksin COVID-19 AstraZeneca mencapai 70,4 persen.
Sedangkan WHO menyatakan vaksin AstraZeneca 63,09 persen mampu mencegah gejala pada infeksi COVID-19.
2. Efek samping
Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) menyatakan bahwa hingga Mei 2021, terdapat sekitar 9.000 kasus KIPI non-serius dan 18 kasus KIPI serius pasca penyuntikan vaksin AstraZeneca. Keluhan non-serius mencakup demam, nyeri, mual, hingga lelah.
Namun, vaksin AstraZeneca beberapa kali diduga memicu kasus pembekuan darah, terlebih pada penerima vaksin berusia muda.
Berikut efek samping yang dilaporkan selama uji klinis vaksin AstraZeneca dikutip dari laman GOV.UK
Sangat umum (mempengaruhi lebih dari 1 dari 10 orang)
- Nyeri, gatal, dan rasa panas di area suntikan
- Merasa tidak enak badan
- Menggigil atau demam
- Sakit kepala
- Mual
- Nyeri sendi atau nyeri otot
Umum (dirasakan 1 dari 10 penerima)
- Bengkak, kemerahan, dan benjolan di area suntikan
- Demam
- Muntah atau diare
- Radang tenggorokan
- Pilek atau batuk
- Menggigil
Jarang (dirasakan 1 dari 100 penerima)
- Nafsu makan menurun
- Sakit perut
- Kelenjar getah bening membesar
- Keringat berlebih
- Kulit gatal atau ruam
3. Dosis dan interval pemberian
Penyuntikan dosis 1 dan 2 vaksin AstraZeneca bersela waktu 12 minggu atau sekitar 3 bulan. Penentuan waktu ini mengacu pada studi tentang interval paling tepat untuk efikasi vaksin terbaik.
"Interval antara 8-12 minggu berkaitan dengan efikasi vaksin yang lebih baik," terang WHO dalam laman resmi.
Perbandingan selengkapnya antara vaksin Sinovac, AstraZeneca, dan Sinopharm bisa disimak di halaman berikutnya.