Dinas Kesehatan (Dinkes) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatat kehamilan tidak diinginkan atau KTD terus terjadi saat pandemi COVID-19. Gara-gara WFH?
Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinkes DIY Prahesti Fajarwati mencatat angka KTD pada tahun 2015 di DIY sebesar 976, kemudian 2016 sebesar 930 kasus, 2017 sebesar 901 kasus, dan pada 2018 sebesar 809 kasus.
"Pada 2019 angka KTD itu 939 kasus, maka sepanjang 2020 naik 2,3 persen menjadi 1.032 kasus," kata Fajarwati kepada wartawan, Rabu (29/9/2021).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Adapun sampai pertengahan tahun ini atau hingga Juni 2021, kasus KTD trennya mengalami penurunan dibanding tahun lalu yakni sebesar 1,79 persen," sambungnya.
Dikatakannya, sebagian KTD ada yang statusnya dari pasangan sudah menikah dan ada yang belum menikah.
"Dari tahun 2020 itu, KTD yang statusnya yang menikah 570 kasus dan statusnya yang tidak menikah 462 kasus," terangnya.
Munculnya kasus ini, kata Fajarwati, disebabkan beberapa faktor. Salah satunya program keluarga berencana (KB) yang gagal. Selain itu, pihaknya juga belum bisa memastikan apakah peningkatan KTD ada kaitannya dengan work from home.
"Kami belum tahu persis apakah meningkatnya KTD saat pandemi ini juga karena faktor banyak warga lebih banyak di rumah atau work from home," ungkapnya.
Sementara itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat angka kehamilan tak direncanakan secara nasional pada masa pandemi COVID-19 sebesar 20,3 persen. Dikatakan Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, ada beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan KTD.
Selengkapnya di halaman berikut.
Sementara itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat angka kehamilan tak direncanakan secara nasional pada masa pandemi COVID-19 sebesar 20,3 persen. Dikatakan Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, ada beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan KTD.
"Itu sumbernya (KTD) minimal ada dua. Pertama karena pasangan usia subur pasca persalinan atau pasca abortus tidak segera melakukan kontrasepsi," kata Hasto dalam dialog daring yang digelar Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Rabu (29/9).
"Kedua berasal dari pasangan tak menikah yang tak memahami soal kesehatan reproduksi sehingga seks bebas juga terjadi," sambungnya.
Mantan Bupati Kulon Progo Yogyakarta dua periode itu menuturkan untuk menekan kasus KTD, pihaknya mengubah strategi untuk memberikan pelayanan ke masyarakat.
"BKKBN mengubah strategi. Kami meminta penyuluh KB jemput bola ke rumah-rumah, tak masalah membawa alat-alat kontrasepsi atau membuka layanan sedekat mungkin di tengah masyarakat," kata Hasto.
Simak Video "Video Kepala BKKBN Bicara soal Penerapan Vasektomi di RI"
[Gambas:Video 20detik]
(up/up)











































