Pemerintah sebelumnya terang-terangan membuka data minimnya jumlah dokter dan dokter spesialis terutama di daerah. Masih jauh dari standar organisasi kesehatan dunia (WHO) yakni 1 per 1.000 penduduk.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin akhirnya 'mengebut' ketertinggalan dokter dan dokter spesialis dengan pemberian beasiswa atau fellowship. Ditujukan lebih dulu bagi Rumah Sakit Umum Daerah.
Kebutuhan dokter khususnya dibuka bagi spesialis dengan penyakit penyebab kematian tertinggi di Indonesia yakni kanker, jantung, stroke, hingga ginjal. ''Jadi RSUD pasti akan aku isi, fasilitasnya aku isi, dan SDM-nya aku kasih beasiswa, beasiswanya fellowship. Supaya lebih cepat karena waktu saya tinggal satu tahun 11 bulan,'' beber Menkes dalam keterangan tertulis, Minggu (10/12/2022).
Cara Baru Perbanyak Dokter Spesialis
Kementerian Kesehatan RI juga akan mengubah proses Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dari semula berbasis pendidikan, kini ditambahkan berbasis rumah sakit. Artinya, mahasiswa belajar sambil bekerja di RS dan dipastikan mendapat upah atau gaji.
Terlebih, Menkes menyebut total rumah sakit lebih banyak dibandingkan perguruan tinggi sehingga lebih ideal dokter spesialis difokuskan berbasis RS.
"(Selama ini) Indonesia satu-satunya negara di mana dokter PPDS tidak dibayar, karena karena konsepnya program sekolah, bukan bekerja," beber Menkes baru-baru ini dalam diskusi bersama mahasiswa PPDS.
Menkes menyebut, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang menerapkan PPDS berbasis pendidikan sehingga semula dokter tidak mendapatkan gaji.
"Saya percaya, Indonesia ikut best practices saja. Kalau tidak, aneh sendiri," kata Budi.
Sebagai tambahan informasi, berdasarkan data registrasi atau STR dokter catatan Konsil Kedokteran Indonesia, jumlah dokter hingga 6 Desember sebanyak 164.402, dokter gigi 41.377, dokter gigi spesialis 5.158, dokter spesialis 49.055.
Simak Video "Video Guru Besar FKUI Tuding Menkes Bikin Distribusi Dokter Tak Merata"
(naf/naf)