Heboh Resesi Seks, Mungkinkah Anak di Masa Depan Lahir dari Rahim Buatan?

Heboh Resesi Seks, Mungkinkah Anak di Masa Depan Lahir dari Rahim Buatan?

Hana Nushratu - detikHealth
Selasa, 13 Des 2022 15:00 WIB
Heboh Resesi Seks, Mungkinkah Anak di Masa Depan Lahir dari Rahim Buatan?
Ilustrasi bayi. (Foto: Getty Images/iStockphoto/monkeybusinessimages)
Jakarta -

Resesi seks dikaitkan dengan seseorang yang tidak ingin berhubungan seks, menikah, maupun punya anak. Resesi seks saat ini sudah menghantui beberapa negara seperti China, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Singapura.

Jika dibiarkan, resesi seks akan mempengaruhi populasi sebuah negara. Namun, baru-baru ini ada konsep rahim buatan yang diklaim dapat mengatasi masalah ini.

Konsep ini dibuat oleh seorang produser film dan pakar bioteknologi Hashem Al-Ghaili. Dikutip dari Daily Mail, Al-Ghaili membuat film yang mirip kehidupan untuk memulai percakapan tentang teknologi yang memungkinkan wanita yang rahimnya sudah diangkat untuk melahirkan, mengurangi kelahiran prematur dan memerangi penurunan populasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Video ini membawa penontonnya untuk melihat ratusan janin duduk di dalam pod transparan yang suhunya dikontrol dan menampilkan tali pusar untuk menerima oksigen dan nutrisi. Konsep ini diakui oleh bos Tesla Elon Musk untuk mengatasi masalah tingkat kelahiran yang rendah di dunia.

Prosesnya akan menggunakan fertilisasi in vitro (buatan) yang memungkinkan orang tua untuk memilih 'embrio yang paling layak dan unggul secara genetik'. Selain itu, janin dapat direkayasa secara genetik untuk menyesuaikan sifat, termasuk kekuatan fisik serta menghilangkan penyakit bawaan.

ADVERTISEMENT

Meskipun baru sekadar konsep, Al-Ghaili menuturkan bahwa penelitian ini didasarkan pada '50 tahun penelitian ilmiah inovatif yang dilakukan oleh para peneliti di seluruh dunia'. Ia juga memprediksi konsep seperti ini akan menjadi nyata pada beberapa dekade dari sekarang.

Video ini merupakan iklan dari EctoLife. Fasilitas ini menampilkan 75 laboratorium, masing-masing dengan hingga 400 pod pertumbuhan yang dirancang untuk mereplikasi kondisi kehidupan nyata dari rahim ibu dan termasuk sensor yang memantau alat vital bayi.

NEXT: Fasilitas Rahim Buatan

Pod tersebut juga dilengkapi dengan kamera yang ditenagai oleh kecerdasan buatan (AI) yang terus memindai janin untuk potensi kelainan genetik dan memantau proses pertumbuhan secara keseluruhan. Tidak perlu mengecek ke dokter kandungan untuk USG, orang tua bisa mengecek keadaan bayi melalui aplikasi.

Video tersebut juga menyebutkan bahwa orang tua dapat merekam pesan yang akan diputar di dalam rahim buatan dan membuat playlist musik untuk bayi mereka.

Tujuan adanya fasilitas ini selain untuk meningkatkan angka kelahiran, juga ditujukan untuk wanita yang takut hamil karena rasa sakit dan pemulihan yang diperlukan setelah melahirkan.

"Ucapkan selamat tinggal pada rasa sakit saat melahirkan dan kontraksi otot," kata narator video.

Ketika waktu persalinan tiba, orang tua hanya cukup menekan tombol dari pod. Cairan ketuban pecah dan rahim buatan terbuka ini memungkinkan orang tua menggendong bayinya pertama kali.

Elon Musk mengatakan dalam acara Wall Street Journal bahwa 'peradaban akan runtuh' jika angka kelahiran terus menurun. Pernyataan itu ia sampaikan ketika populasi manusia secara sudah mencapai 8 miliar.

Alternatif untuk Memperbanyak Angka Populasi

Akibat resesi seks, tingkat kelahiran di negara maju telah anjlok selama bertahun-tahun. Pada 2020, rata-rata wanita memiliki dua setengah anak, dibandingkan dengan lima anak pada 50 tahun lalu.

Tingkat kelahiran bahkan lebih rendah di Inggris (1,74) dan AS (1,77). Faktor ini dipengaruhi oleh pendidikan tinggi, kontrasepsi serta konsep 'childfree' yang menjadi tren saat ini.

Pod persalinan akan menjadi alternatif bagi pasangan dengan infertilitas dan mereka yang ingin memiliki bayi sendiri. Teknologi rahim buatan telah menjadi perbincangan komunitas ilmiah sejak 1923.

Pertama kali konsep rahim buatan dikemukakan oleh seorang ahli biologi Inggris dalam sebuah kuliah. Pada 1955, para ilmuwan meluncurkan sebuah tangki yang akan menumbuhkan janin.

Tangki tersebut dibilang cukup 'modern'. Dalam tangki ini mengandung cairan ketuban, mesin yang terhubung ke tali pusat, pompa darah, ginjal buatan, dan pemanas air.

Namun, teknologi semakin maju sehingga para ilmuwan terus menciptakan banyak inovasi dalam sebuah pods atau tangki.

NEXT: Rahim Buatan Pernah Diterapkan Pada Kelinci

Rahim Buatan Pernah Diterapkan Pada Kelinci

Pada 2020, seorang ilmuwan berhasil membuat rahim buatan yang aman bagi kelinci. Rahim buatan tersebut dibuat Anthony Atala dari Wake Forest Institute for Regenerative Medicine dan rekannya

Mereka membuat jaringan rahim yang dibudidayakan dari sel rahim kelinci, yang mereka 'tanam' ke perancah yang dapat terurai secara alami (biodegradable).

Pendekatan ini sebelumnya telah digunakan pada manusia untuk mengembalikan fungsi organ berbentuk tabung seperti uretra dan organ berongga tertentu, termasuk kandung kemih dan vagina.

Perancah tersebut ditanam ke 14 kelinci. Para peneliti menunjukkan bahwa rahim buatan dapat menciptakan struktur mirip jaringan asli yang diperlukan untuk mendukung reproduksi normal. Enam bulan setelah benih ditanam, kelinci betina dibiarkan kawin secara alami dengan jantan.

"Kelinci dengan konstruksi unggulan sel memiliki kehamilan normal di segmen rahim yang direkonstruksi," kata penulis makalah Renata Magalhaes dari Wake Forest Institute for Regenerative Medicine.

"Penelitian ini memperkenalkan jalan baru untuk berpotensi membuat pengganti jaringan yang berasal dari sel pasien untuk mengobati cacat rahim,' lanjutnya.


NEXT: Bukan Sekadar Fiksi

Bukan Sekadar Fiksi

Konsep rahim buatan bukan sekadar fiksi. Sebab, para ilmuwan telah bekerja keras untuk mempersiapkannya.

Pada 2015, ilmuwan Cina mengaku mengubah gen embrio manusia untuk pertama kalinya. Ketika itu, mereka merekayasa gen yang bertanggung jawab atas β-thalassemia.

Gen ini merupakan kelainan darah yang berpotensi mematikan. Para ilmuwan tersebut menggunakan teknik penyuntingan germline yang dikenal sebagai CRISPR/Cas9. Teknologi ini secara tepat mengubah bagian target dari kode genetik.

Namun para peneliti mengatakan hasil mereka mengungkapkan 'hambatan serius' dalam menggunakan teknik tersebut pada embrio manusia. Pengumuman tersebut membenarkan rumor bahwa beberapa peneliti telah melakukan eksperimen genetik yang dipertanyakan secara etis.

Beberapa ilmuwan bereaksi dengan ngeri terhadap ide tersebut. Sebab, mereka takut hal itu dapat disalahgunakan untuk memungkinkan orang tua 'memilih' gen yang akan mereka wariskan kepada cucu mereka.

Halaman 4 dari 4
(hnu/kna)

Berita Terkait