BKKBN Dukung Wejangan Viral 'Jangan Buru-buru Nikah', Ini Alasannya

BKKBN Dukung Wejangan Viral 'Jangan Buru-buru Nikah', Ini Alasannya

Vidya Pinandhita - detikHealth
Rabu, 21 Des 2022 10:32 WIB
BKKBN Dukung Wejangan Viral Jangan Buru-buru Nikah, Ini Alasannya
Penjelasan Kepala BKKBN perihal pentingnya tidak terburu-buru menikah. Foto: Getty Images/iStockphoto/PonyWang
Jakarta -

Belakangan, linimasa Twitter diramaikan dengan obrolan seputar wejangan untuk tidak buru-buru menikah. Berawal dari sebuah cuitan yang menyebut, kebanyakan orang yang sudah menikah menyarankan orang lain untuk tidak terburu-buru menikah. Hal ini rupanya sejalan dengan anjuran Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), apa alasannya?

Menurut Kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo, SpOG, idealnya, perempuan menikah di usia 20 tahun ke atas sementara laki-laki di usia 25 tahun ke atas. Anjuran tersebut berpatok pada kesiapan fisik, finansial, hingga kematangan mental dan kedewasaan individu.

"Saya kira pernyataan itu banyak benarnya, karena kan sekarang ini orang masih banyak perempuan yang menikah belum di usia 20 tahun. Kemudian kedua, laki-laki harapannya lebih dewasa daripada perempuan sehingga kita BKKBN kampanye nya laki-laki 25 tahun dengan harapan laki-laki sebagai pemimpin keluarga jauh lebih dewasa daripada perempuan," ujarnya pada detikcom, Senin (19/12/2022).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Harapannya juga usia 25 tahun untuk laki-laki sudah mendapatkan pekerjaan yang mapan untuk menanggung secara finansial. Jadi kematangan secara ekonomi, kesiapan secara mental dewasa, saya kira cukup," imbuh dr Hasto.

Terkait kesiapan fisik dr Hasto menjelaskan, pada perempuan yang belum berusia 20 tahun, risiko kematian ibu atau bayi hingga bayi lahir dengan stunting lebih besar. Ditambah, ukuran pinggul perempuan masih sempit sehingga berisiko jika melahirkan.

ADVERTISEMENT

Risiko Perceraian

Namun secara kesiapan mental dr Hasto menegaskan, kebanyakan kasus perceraian terjadi karena masalah-masalah kecil yang terjadi terus-menerus. Jika pasangan suami-istri belum cukup dewasa untuk menghadapi konflik tersebut, semakin besar risiko perceraian.

"Sekarang ini kan angka perceraian juga tinggi. Perceraian itu lebih disebabkan konflik-konflik kecil yang sifatnya terus-menerus terjadi yaitu namanya konflik kronis. Kronis itu kan berlangsung lama, terus-menerus itu namanya kronis," ungkap dr Hasto.

Kalau perkawinan, kitu umumnya karena kronis faktor yang terus-menerus konflik dan kekurangdewasaan sehingga kawin-kawin pada usia terlalu muda kemudian laki-laki masih belum dewasa untuk mengasuh istrinya ini menjadi sumber utama perceraian juga," pungkasnya.




(vyp/naf)

Berita Terkait