Korban Gempa Turki-Suriah Alami 'Crush Syndrome', Kondisinya Separah Ini

Sarah Oktaviani Alam - detikHealth
Selasa, 07 Mar 2023 21:00 WIB
Korban gempa Turki-Suriah mengalami 'crush syndrome'. (Foto: AP/Francisco Seco)
Jakarta -

Gempa berkekuatan 7,8 M yang terjadi di Turki dan Suriah pada 7 Februari 2023 menewaskan lebih dari 50 ribu jiwa. Banyak juga orang-orang yang mengalami 'crush syndrome' akibat bencana tersebut.

Crush syndrome didefinisikan sebagai dampak sistemik yang dihasilkan dari cedera tubuh yang dapat menyebabkan disfungsi organ, cedera organ multisistem, hingga kematian.

Kondisi ini dialami oleh sejumlah korban, salah satunya bocah berusia dua tahun bernama Nour Abdelqader. Ia ditarik keluar dari reruntuhan oleh tim penyelamat yang mengira dirinya sudah meninggal saat itu.

Saat dibawa ke rumah sakit di Afrin, barat laut Suriah, jantungnya masih berdetak. Setelah diperiksa, dokter mengatakan Nour mengalami crush syndrome setelah tubuhnya terjepit di bawah puing-puing yang berat dalam waktu yang lama.

Akibatnya, gadis kecil itu harus kehilangan kaki kanannya karena komplikasi dari luka tekan yang cukup parah untuk membunuhnya. Saat ini pihak dokter sedang berusaha memberikan perawatan dan dukungan yang diperlukan untuk membantunya belajar berjalan.

"Kedua kaki Nour rusak parah saat gempa. Kami harus mengamputasi satu kaki karena luka yang tertimpa terlalu parah. Anggota badan itu sudah mati dan terinfeksi," kata Abdelsalam al-Naasan, seorang ahli bedah ortopedi di Rumah Sakit Akrabat di perbatasan Suriah-Turki, dikutip dari Al-Jazeera, Selasa (7/3/2023).

"Apa yang bisa kami tawarkan di sini (di Suriah) mungkin membuatnya cacat atau cacat jangka panjang," tambahnya.

Al-Naasan mengatakan Nour akan membutuhkan kaki kanan prostetik dan masih membutuhkan operasi yang rumit dan prosedur khusus untuk mengembalikan fungsi kaki kirinya.

Meski melihat kondisi Nour yang membutuhkan waktu lama untuk kembali pulih, bibi dari Nour bernama Fransa al-Manadi berharap bisa melihat keponakannya bisa berjalan lagi.

"Saya sangat senang dia masih hidup, meski dengan satu kaki. Saya tahu perawatannya akan sulit, tapi saya harap dia akan hidup senormal mungkin," ucap Fransa al-Manadi.

Korban lainnya, Barakat Maajoum (65), juga mengalami crush syndrome. Ia tertimpa bangunan yang runtuh saat gempa terjadi.

"Ketika bangunan kami runtuh saat gempa, puing yang berat merusak pembuluh darah di lengan saya dan meremukkan otot saya," kata ayah tiga anak asal Jandaris ini.

"Tapi saya dibawa ke rumah sakit di Bab al-Hawa dan segera dioperasi. Saya adalah satu-satunya yang terluka dari antara keluarga saya dan saya sangat beruntung masih memiliki lengan saya," tambahnya.

Akibat kondisi itu, Maajoum harus dirawat di rumah sakit di Akrabat dalam waktu yang lama. Meski begitu, dokter berharap ia bisa sembuh total.

Melihat kondisi Maajoum, Al-Naasan mengatakan perawatan yang dibutuhkan untuk mengatasi cedera tersebut adalah dengan menghidupkan aliran darah yang diperlukan otot untuk bertahan hidup.

"Setelah 24 atau 36 jam, kemungkinan menyelamatkan anggota tubuh menjadi kecil kemungkinannya," katanya.

Ia menambahkan bahwa fasciotomy, prosedur memotong fasia yang tidak fleksibel yang membatasi otot untuk memungkinkan pembengkakan meluas, terkadang diperlukan untuk menghidupkan kembali aliran darah yang otot perlu untuk bertahan hidup.

NEXT: Korban didiagnosis gagal ginjal




(sao/kna)

Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork