Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin buka suara perihal somasi yang dilayangkan kepadanya beberapa waktu lalu, berkenaan dengan RUU Kesehatan. Ia mengaku, tak bakal menghiraukan somasi tersebut dan tetap berfokus pada penanganan penyakit di Indonesia, misalnya berkaitan dengan vaksinasi.
"At the end of the day, saya dihujat, ngapain dipikirin? Pesannya, vaksinasi bisa jalan, Indonesia maju bersama. Saya bisa gerakkan, rajut modal sosial bangsa bareng-bareng," ungkapnya dalam pertemuan dengan 17 organisasi dalam koalisi pendukung RUU Kesehatan di kantor Kemenkes RI, Senin (17/4/2023).
"Saya bilang keIDI (Ikatan Dokter Indonesia) dan PDSI (Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia), nggak boleh berantem. At the end of the day, nggak ada yang menang-kalah, tapi mana yang paling bermanfaat. Mana yang rasional," sambungnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nggak boleh berantem. At the end of the day, nggak ada yang menang-kalah, tapi mana yang paling bermanfaat. Mana yang rasionalBudi Gunadi Sadikin - Menteri Kesehatan |
Alih-alih mengurusi somasi, Menkes menyebut, dirinya lebih memilih berfokus pada penanganan masalah kesehatan lain seperti deteksi kelainan bayi, atau kanker payudara.
Sebelumnya, Menkes mendapatkan somasi dari Forum Dokter Peduli Ketahanan Kesehatan Bangsa (PDPKKB), buntut sempat menyebut seorang dokter membutuhkan biaya hingga sekitar 6 juta untuk bisa berpraktik di Indonesia. Dokter-dokter dalam forum tersebut menilai, pernyataan terkait dokter membutuhkan biaya Rp 6 juta untuk mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) tidaklah benar.
Menurutnya, untuk mendapatkan STR, seorang dokter hanya membutuhkan biaya berkisar Rp 300-600 ribu. Pun ada biaya hingga jutaan, itu bukan untuk STR, melainkan untuk biaya operasional dan untuk jangka waktu hingga 5 tahun.
Dalam pertemuan dengan Menkes kemarin, Senin (17/4), Prof Dr Deby Vinski, MScAA, PhD dari Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) menyebut sebenarnya, seorang dokter membutuhkan biaya bahkan hingga lebih dari 6 juta untuk bisa berpraktik di Indonesia.
"Lebih (dari 6 juta). Itu yang disebut Pak Menkes tidak begitu banyak, tapi bahkan banyak yang lebih. Bahkan bukti transfer otentik, copy-nya, data-data kami lengkap termasuk dari organisasi apoteker, nakes, dan semuanya," ungkap Deby.
"Itu bukan 6 juta, ada lagi yang lebih. Kita tidak bicara semua, tapi ada datanya. Jadi bukan tanpa data. Data itu kami serahkan, juga dari PDSI dan kepada dokter Jurdil dari semua 17 koalisi dan yang minggu lalu itu kami juga serahkan kepada Komisi IX DPR di Nusantara I kepada Pak Melki," pungkasnya.











































