Meski disebut punya hobi menyanyi, rupanya Daniel (8 tahun), juga gemar membuat sesuatu dari playdough, adonan berbahan seperti lilin untuk dibentuk aneka rupa. Dia terlihat antusias membuka kotak-kotak mangkok warna-warni berisi playdough.
Sambil berdiri Daniel dengan atraktif memilin-memilin playdough dengan kedua telapak tangannya. Dia juga responsif terhadap setiap guru yang mendekat, menyapa, dan menyalaminya. Saat seorang guru bertanya apa benda yang akan dibuatnya, dia tertawa.
"Belum," ujarnya singkat.
Berbeda dengan Daniel, tiga anak lainnya yakni Bella (9), Aya (10,5) dan Eugene (7) cenderung lebih pendiam. Keduanya terlihat fokus dengan playdough masing-masing.
Mereka hanya merespons sapaan dari beberapa guru yang memang sudah dikenal dan biasa berinteraksi dengannya.
Bahkan Aya tak sampai sepuluh menit memainkan playdough tiba-tiba meninggalkan mejanya. Dia seperti tak nyaman dengan para guru yang mengerumuni dan mencoba berinteraksi dengannya.
Interaksi tersebut merupakan bagian dari sesi pengenalan individu autistik secara lebih dekat.
"Tujuannya agar para guru memahami bahwa satu anak autistik dengan anak autistik lain itu berbeda," kata founder platform edukasi @peduliasd di instagram Isti Anindya dalam acara 'Peduli ASD (Autism Spectrum Disorder), Sabtu (12/8/2023).
Isti yang juga ibunda dari Aya menyebut putri sulungnya itu meninggalkan meja kerjanya karena kurang nyaman dengan banyaknya intervensi. Meski disebut hobinya suka menggambar, Aya saat itu juga sempat bersenandung.
"Itu sebetulnya senandung untuk menentramkan diri karena stres, Ketika tak bisa lagi mengendalikan ya dia pergi, menghindar," tutur Isti Andindya yang tengah menempuh program doktoral bidang Biomedik di Universitas Indonesia.
Acara yang digelar di Sekolah Inklusi Tunas Global, Depok, itu bekerja sama dengan Tim PPM (Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat) Universitas Indonesia. Selain diikuti sekitar 50 guru tingkat TK, SD, dan SMP juga dihadiri beberapa dosen dan mahasiswa Program Doktoral Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran UI.
Turut menjadi pembicara dalam acara tersebut Prof. Dr. dr. Rini Sekartina, Sp.A(K), ahli tumbuh kembang pediatri sosial di Indonesia. Menurutnya seorang anak mengidap ASD atau tidak dapat dideteksi sejak usia 18 bulan hingga 2 tahun.
Dia juga antara lain menekankan pentingnya anak dengan ASD dilatih untuk mandiri sejak usia 3 tahun. Misalnya diminta mengambil dan mengenakan sepatunya sendiri.
Selain itu juga harus diberi kesempatan untuk melakukan aktifitas fisik di luar ruangan selain memberikan asupan makanan yang bergizi baik.
"Aktivitas di luar untuk anak sejak usia tiga tahun itu penting. Biarkan dia bersosialisasi dengan lingkungan kita sebagai orang tua atau yang dewasa mengawasi dan menjaganya. Aktivitas di luar itu penting juga untuk meningkatkan nafsu makan," papar Rini yang juga guru besar Fakultas Kedokteran UI.
Simak Video "Video: Dear Parents! Kenali Ciri-ciri Anak yang Mengidap Autisme "
(jat/kna)