Wanita yang tinggal di Pulau Reunion, di Samudera Hindia dekat Madagaskar dan Mauritius, itu awalnya mengeluhkan gejala kembung dan sakit perut selama 10 hari. Lantaran kondisinya tak membaik, wanita yang tak disebutkan identitasnya itu memutuskan pergi ke dokter di Prancis untuk menjalani pemeriksaan.
Hasilnya, dokter mendiagnosis wanita tersebut mengalami kehamilan di perut, sejenis kehamilan ektopik atau kehamilan di luar rahim yang terjadi di perut. Bayinya berada di rongga peritoneum atau area tempat organ vital berasa, dengan plasenta yang menempel di bagian atas panggul.
Dokter mengatakan, kasus kehamilan seperti ini sangat langka, dan mungkin terjadi saat janin mulai tumbuh di saluran tuba yang membawa sel telur dari ovarium ke rahim. Seiring waktu, lubang ini bisa pecah sehingga memungkinkan janin 'melarikan diri' ke dalam rongga.
Wanita tersebut kemudian disuruh menunggu hingga usia kehamilannya 29 minggu untuk melahirkan bayinya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan peluang kelangsungan hidupnya.
"Bayi dapat hidup di luar rahim sejak usia 24 minggu, tetapi tingkat kelangsungan hidup lebih rendah, yakni sekitar 68 persen bertahan hidup," kata dokter, dikutip dari Daily Mail.
Sementara ada usia kehamilan 29 minggu, 80 hingga 90 persen bayi bertahan hidup di luar kandungan.
Lebih lanjut, dokter kemudian melahirkan bayi tersebut dengan membuat sayatan di perut sebelum memindahkannya ke unit perawatan intensif neonatal.
Sang ibu menjalani operasi terpisah 12 hari setelah kelahiran agar dokter dapat mengeluarkan sisa plasentanya. Ibu dan bayinya kemudian dipulangkan dua bulan setelah kelahiran.
NEXT: Terkait Kehamilan Ektopik
Simak Video "Video: Kemenkes soal Penyebab Meninggalnya Ibu Hamil Usai Ditolak 4 RS di Papua"
(suc/vyp)