Wabah 'walking pneumonia' atau pneumonia berjalan yang biasanya merupakan infeksi ringan pada anak-anak, kini memicu ketakutan baru di China. Kondisi yang ada kini diibaratkan merebaknya COVID-19 dengan kemunculan patogen yang baru.
Para dokter mengatakan bahaya nyata lainnya adalah munculnya bakteri super, yang disebabkan oleh resistensi obat yang berkembang selama bertahun-tahun. Hal ini membuat antibiotik yang seharusnya bisa menyelamatkan jiwa menjadi kurang efektif.
Ancaman ini menjadi nyata bagi Rachel Qiao, ketika putrinya yang masih balita berusia satu setengah tahun terserang demam, batuk, dan pilek selama musim panas yang terik di Beijing. Pada awalnya, meningkatnya infeksi bakteri yang disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae tidak menimbulkan kekhawatiran.
Sebab, negara-negara lain mempunyai pengalaman serupa dengan kuman yang berbeda, setelah mereka melonggarkan langkah-langkah pengendalian pandemi.
Untuk mengatasinya, dokter meresepkan antibiotik azitromisin dan mengimbau beberapa peringatan. Namun, beberapa anak tidak merespons pengobatan yang telah diberikan.
Balita tersebut mengalami lesi di paru-parunya dan terus memburuk. Bahkan itu terjadi setelah ia dialihkan ke dosis intravena, diberi antibiotik yang lebih kuat, dan diobati dengan obat lain untuk mengatasi peradangan yang berkembang di sekitar jantungnya.
"Saya terpuruk. Saya terus-menerus tercengang melihat betapa buruknya hal ini bisa terjadi," kata Rachel Qiao yang dikutip dari Bloomberg, Kamis (14/12/2023).
Putri dari Rachel Qiao ini adalah salah satu orang yang pertama kali terkena wabah mycoplasma pneumoniae di China. Banyak juga yang mengalami harl serupa, seperti antibiotik gagal mengendalikan infeksi, menyebabkan pneumonia yang parah, dan memaksa dokter meresepkan obat yang lebih manjur.
Kekhawatiran di Tengah Musim Dingin
Meski pemerintah kesehatan setempat mengatakan bahwa ada tren penurunan penyakit pernapasan, para orang tua tetap cemas di tengah cuaca dingin yang mulai datang. Kondisi ini membuat antrean di pusat kesehatan anak mencapai lebih dari tujuh jam dan beberapa orang tua membawa peralatan sendiri ke dokter anak.
Banyak pasien yang harus dirawat di lorong rumah sakit dan mendapat infus karena kehabisan ruang rawat.
Sebelumnya, China sudah membantah adanya keberadaan kuman atau patogen baru yang menyebabkan kondisi ini. Pihak berwenang menyalahkan mycoplasma pneumoniae sebagai penyebab sebagian besar infeksi pada pertengahan November.
Namun, presentasi mereka tidak biasa. Bakteri tersebut diperkirakan hanya menyebabkan wabah sporadis dan jarang memicu rawat inap.
Simak Video "Video IDAI: Banyak Kasus Pneumonia Anak di RI Disebabkan Influenza"
(sao/vyp)