Dekan FKUI Soroti 27 Petugas KPPS yang Meninggal di Pemilu 2024

Dekan FKUI Soroti 27 Petugas KPPS yang Meninggal di Pemilu 2024

Sarah Oktaviani Alam - detikHealth
Sabtu, 17 Feb 2024 17:07 WIB
Dekan FKUI Soroti 27 Petugas KPPS yang Meninggal di Pemilu 2024
Dekan FKUI menyoroti 27 petugas KPPS yang meninggal dunia. (Foto: Tara Wahyu NV/detikJateng)
Jakarta -

Sejumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang bertugas dalam Pemilu 2024 dilaporkan meninggal dunia. Hingga Jumat (16/2/2024), Kementerian Kesehatan RI mengkonfirmasi petugas yang meninggal ada 27 orang.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, pun menyoroti kasus tersebut. Ia mengungkapkan sejak 2019, FKUI sudah ikut memberikan berbagai rekomendasi.

Hal ini dilakukan untuk mencegah bertambahnya kasus petugas KPPS yang meninggal selama pemilu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Memang 2019 kita sudah mengikuti kasus KPPS itu, setelah kejadian itu, FKUI dan tim kedokteran okupasi bertemu dengan pimpinan KPU (Komisi Pemilihan Umum) waktu itu sudah menyampaikan rekomendasi," kata Prof Ari dalam temu media, Sabtu (17/2).

"Salah satu yang kita sampai kan waktu itu adalah, tolong ada waktu jeda untuk mereka beristirahat. Ternyata tidak bisa, karena undang-undang menyebutkan bahwa mereka harus menyelesaikan penghitungan suara sampai selesai, sampai pagi," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Beberapa rekomendasi yang disampaikan, yaitu:

  • Pembatasan usia petugas KPPS yakni 18 sampai 55 tahun
  • Pemeriksaan skrining yang ketat, karena yang meninggal terbukti memiliki penyakit komorbid, seperti hipertensi, penyakit jantung, hingga diabetes melitus
  • Adanya waktu jeda untuk beristirahat

Pada Pemilu 2024 ini, FKUI juga telah mendatangi KPU untuk memberikan rekomendasi-rekomendasi tersebut. Namun, pada kenyataannya kasus meninggal ini kembali terjadi.

Prof Ari mengatakan sejauh ini sudah ada 27 orang petugas KPPS yang dilaporkan meninggal dunia. Namun, bisa jadi ada yang belum dilaporkan.

"Kita tahu sebenarnya di tengah masyarakat ini bagaimana, karena kadang-kadang mungkin tidak dilaporkan. Tapi justru ini mesti dilaporkan," bebernya.

Menurut Prof Ari, para petugas KPPS yang bertugas saat awalnya mungkin dalam kondisi yang sehat. Namun, karena proses penghitungan suara dan proses lainnya membutuhkan waktu yang lama, bisa menjadi pemicu kematian mereka.

Salah satu cara untuk mencegahnya adalah dengan memenuhi kebutuhan istirahat mereka. Terlebih, mereka mungkin bukan orang-orang yang memang terlatih untuk bekerja dalam waktu yang lama.

"Umumnya, orang bekerja 8 jam itu kerja keras, 8 kerja ringan, dan 8 jam itu sudah istirahat. Lain halnya dengan dokter, petugas kesehatan, polisi, tentara, atau teman-teman media. Itu 'mereka' sudah bisa mengantisipasinya," jelas Prof Ari.

"Cuma umumnya petugas KPPS ini bukan orang yang terlatih dan terbiasa bekerja pada malam sampai dini hari," sambungnya.

Mengingat kasus tersebut telah terjadi, Prof Ari mengimbau agar petugas KPPS yang saat ini sakit perlu dirawat dengan baik. Ini untuk mencegah terjadinya keparahan dari kondisinya.

"Jadi sekali lagi menurut saya, ini sudah terjadi. Tapi yang ke depannya, memang harus ada ketetapan dari DPR untuk melihat apa memang harus selesai (penghitungannya) dalam satu waktu tersebut, atau bisa dibuat dua shift," tutur dia.

"Atau hal-hal lain yang bisa membuat beban kerja KPPS ini tidak sampai melebihi waktu seharusnya dia bekerja," pungkasnya.




(sao/naf)

Berita Terkait