Indonesia menempati peringkat kedua tertinggi di ASEAN terkait kematian ibu, kasusnya melampaui tren di Malaysia, Brunei, Thailand, yang berada di bawah 100 per 100 ribu kelahiran hidup.
Sementara angka kematian bayi tercatat di 16,85 per 1.000 kelahiran hidup pada 2022. Menurut Komisaris Utama Bundamedik Healthcare System (BMHS) Dr dr Ivan Rizal Sini, MD, FRANZCOG, GDRM, MMIS, SpOG, kematian ibu dan anak tidak melulu berkaitan dengan persalinan.
Bahkan, lebih banyak risiko yang sebetulnya bisa dicegah sebelum dan saat kehamilan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misalnya karena hipertensi, penyebab karena perdarahan, penyebab karena kondisi penyakit lain penyakit jantung diabetes dan itu sebenarnya merupakan suatu assessment yang bisa dilakukan dengan cara dini pada saat kehamilan," tuturnya saat ditemui di West In, Jakarta Selatan, Sabtu (24/5/2025)
Hal ini juga menurutnya perlu dibarengi dengan peningkatan kompetensi-kompetensi tenaga kesehatan maupun dokter. Melakukan pelatihan tambahan yang juga bekerja sama dengan pemerintah, yakni Kemenkes RI.
Perlukah Tambah Kompetensi Dokter Umum?
dr Ivan sekaligus menanggapi usulan pemerintah terkait penambahan kompetensi dokter umum dengan memperbolehkan operasi caesar. Kata dia, hal ini perlu disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah.
Belum tentu kondisi satu daerah terpencil sama dengan yang lain, atau memiliki kebutuhan operasi caesar serupa. Begitu pula jika dibandingkan dengan kondisi lapangan di perkotaan.
"Saya kira pada saat ini kita perlu mengevaluasi angka kematian ibu dan anak secara holistik, menyeluruh, tidak bisa hanya satu segmen kecil saja," tandasnya.
"Kita harus melihat permasalahan di daerah terpencil."
Terpisah, Ketua Terpilih Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Prof Budi Wiweko, SpOG(K) menekankan kebijakan penambahan kompetensi caesar pada dokter umum sebetulnya pernah berjalan di 2010.
Kala itu, dokter umum bisa melakukan tindakan caesar dengan indikasi gawat darurat. Namun, hasil evaluasi menunjukkan kebutuhan caesar di sejumlah daerah relatif tidak tinggi, sehingga fokus permasalahan kemudian dialihkan ke distribusi dokter spesialis ke daerah.
"Pada 2010 pernah Kemenkes RI membuat dokter umum plus dokter ditambah pelatihan supaya bisa melakukan caesar emergency bisa dilakukan," jelas pria yang akrab disapa Prof Iko saat ditemui beberapa waktu lalu.
"Tetapi waktu itu dilakukan evaluasi dengan berbagai pihak, termasuk dengan POGI juga, ternyata ya pada saat itu itu exposure kasusnya tidak banyak, ternyata memang tindakan caesar-nya sangat jarang," lanjutnya.
Walhasil, dokter umum plus tidak lagi memiliki keberanian untuk melakukan tindakan tersebut.
"Karena kan kalau seperti itu perlu learning courses berkelanjutan. Dan angka kematian ibu juga anak tidak berkurang dengan caesar," tandasnya.
NEXT: Soroti tindakan caesar tanpa indikasi jelas
Prof Iko menyebut tidak jarang caesar juga dilakukan tanpa melihat indikasi yang jelas. Hal itu yang menurutnya malah tengah menjadi fokus persoalan caesar, baik di Indonesia maupun di dunia.
"Saya kira di seluruh dunia lagi mengendalikan 'pandemi sectio Caesar' termasuk di Indonesia, banyaknya unnecessary caesar, kita jaga betul kendali mutu kendali biaya," kata dia.
POGI disebutnya mendukung kalau caesar hanya untuk indikasi, termasuk pasiennya. Hal ini dikarenakan ibu yang sudah menjalani persalinan caesar, akan membutuhkan tindakan yang sama di persalinan selanjutnya.
Simak Video "Video: Guru Besar FKUI Sebut Dokter Umum Tak Punya Kompetensi Operasi Caesar"
[Gambas:Video 20detik]
(naf/sao)











































