Round Up

Heboh Beras Premium Oplosan, Dokter Pencernaan Soroti Hal Ini

Suci Risanti Rahmadania - detikHealth
Rabu, 16 Jul 2025 06:30 WIB
Ilustrasi beras (Foto: Getty Images/surakit sawangchit)
Jakarta -

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyayangkan sejumlah perusahaan besar terindikasi melakukan praktik pengoplosan beras premium dengan kualitas rendah.

Praktik pengoplosan ini diketahui setelah dilaksanakan investigasi oleh Kementerian Pertanian di sejumlah wilayah yang menemukan beras bermerek dijual dengan harga premium, namun isinya ternyata campuran dengan beras medium atau tidak sesuai standar mutu beras premium.

"Kalau diibaratkan, ini seperti membeli emas 24 karat namun yang diterima ternyata hanya emas 18 karat," ujar Amran, dikutip dari detikFinance, Senin (12/7/2025).

Bahayakah Jika Konsumsi Beras Oplosan?

Spesialis penyakit dalam dr Aru Ariadno, SpPD-KGEH juga turut menyoroti kasus beras oplosan yang belakangan viral. Ia menjelaskan, beras oplosan merupakan hasil pencampuran antara antara beras kualitas premium dan beras dengan mutu rendah.

Menurutnya, secara prinsip, beras jenis ini tidak membahayakan kesehatan karena seluruh komponen yang digunakan tetap berasal dari beras asli. Namun, dampak utama dari pengoplosan terletak pada penurunan kualitas dan kandungan gizi.

"Beras premium bila dimasak bisa bertahan lama tetapi bila beras yang tidak premium bila dimasak lebih cepat basi,' ucapnya saat dihubungi detikcom, Selasa (15/7/2025).

"Sepanjang yang dimasak adalah beras asli baik oplosan maupun premium tidak memiliki efek fatal," sambungnya lagi.

Beras premium umumnya memiliki keunggulan dari sisi daya tahan setelah dimasak, lebih tahan lama dan tidak mudah basi. Sebaliknya, beras dengan mutu rendah lebih cepat mengalami perubahan kualitas setelah dimasak.

Selain itu, kandungan vitamin B1 dalam beras premium relatif lebih tinggi, sehingga pencampuran dengan beras biasa akan mengurangi nilai gizi yang diterima oleh konsumen.

Ia menambahkan, praktik semacam ini mencerminkan kondisi kejujuran yang kian memudar, bahkan dalam aktivitas sehari-hari seperti mencari nafkah.

"Ini adalah penipuan yang besar," tegas dr Aru.




(suc/kna)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork