Ini Dia Terapi 'Berendam' di Pasir Panas Gurun Ala Orang Mesir

Menurut penduduk setempat, terapi ini bermanfaat untuk meredakan berbagai gangguan kesehatan, mulai dari yang ringan seperti nyeri sendi, rematik, hingga sekelas impotensi dan gangguan kesuburan. Terapi ini diyakini sudah lama diminati warga setempat maupun masyarakat Mesir pada umumnya. (Foto: Reuters)

Sebelum berendam, penduduk setempat yang juga bertugas sebagai fasilitator membuatkan lubang untuk berendam bagi para pasien. Sembari menunggu lubangnya siap untuk digunakan, pasien biasanya diminta untuk bersantai sejenak di motel terdekat. (Foto: Reuters)

Setelah siap, pasien diajak ke lubang yang telah dipersiapkan kemudian diminta menanggalkan seluruh pakaian yang dikenakan. Tubuh pasien akan dikubur dengan pasir hingga tinggal kepalanya saja. 'Berendam' di pasir pada tengah hari di musim panas seperti ini tentu terasa menyakitkan bagi tubuh. (Foto: Reuters)

Untuk melindungi mereka dari panasnya matahari Gurun Sahara, fasilitator juga menyiapkan semacam tenda kecil dari kain untuk menutupi kepala pasien. 'Berendam' dilakukan selama 10-15 menit. Sebagai bagian dari pengobatan, fasilitator juga akan memberikan pijatan kaki. (Foto: Reuters)

Proses berendam selesai dilakukan, fasilitator akan membawakan selimut untuk menutupi tubuh pasien, lantas membawa mereka ke sebuah tenda yang telah disiapkan. Tenda ini berfungsi sebagai semacam sauna dan tempat relaksasi bagi pasien selepas terapi. (Foto: Reuters)

Di sauna ini pasien juga diberi teh herbal atau teh mint panas. Terapi dinyatakan selesai dengan prosesi ini. Namun efek dari pengobatan baru terlihat optimal bila pasien tidak mandi selama tiga hari, agar air dingin tidak masuk ke pori-pori tubuhnya. (Foto: Reuters)

Di akhir terapi pasien dibawa kembali ke motel terdekat untuk bermalam dan beristirahat. Terapi biasanya dilakukan selama 3-9 hari, tergantung pilihan pasien. Pengelola terapi rata-rata hanya mematok 39-52 dollar AS atau sekitar Rp 546.000-731.000 untuk sekali terapi, sudah termasuk akomodasi dan jatah makan selama terapi dilakukan. (Foto: Reuters)

Menurut penduduk setempat, terapi ini bermanfaat untuk meredakan berbagai gangguan kesehatan, mulai dari yang ringan seperti nyeri sendi, rematik, hingga sekelas impotensi dan gangguan kesuburan. Terapi ini diyakini sudah lama diminati warga setempat maupun masyarakat Mesir pada umumnya. (Foto: Reuters)
Sebelum berendam, penduduk setempat yang juga bertugas sebagai fasilitator membuatkan lubang untuk berendam bagi para pasien. Sembari menunggu lubangnya siap untuk digunakan, pasien biasanya diminta untuk bersantai sejenak di motel terdekat. (Foto: Reuters)
Setelah siap, pasien diajak ke lubang yang telah dipersiapkan kemudian diminta menanggalkan seluruh pakaian yang dikenakan. Tubuh pasien akan dikubur dengan pasir hingga tinggal kepalanya saja. Berendam di pasir pada tengah hari di musim panas seperti ini tentu terasa menyakitkan bagi tubuh. (Foto: Reuters)
Untuk melindungi mereka dari panasnya matahari Gurun Sahara, fasilitator juga menyiapkan semacam tenda kecil dari kain untuk menutupi kepala pasien. Berendam dilakukan selama 10-15 menit. Sebagai bagian dari pengobatan, fasilitator juga akan memberikan pijatan kaki. (Foto: Reuters)
Proses berendam selesai dilakukan, fasilitator akan membawakan selimut untuk menutupi tubuh pasien, lantas membawa mereka ke sebuah tenda yang telah disiapkan. Tenda ini berfungsi sebagai semacam sauna dan tempat relaksasi bagi pasien selepas terapi. (Foto: Reuters)
Di sauna ini pasien juga diberi teh herbal atau teh mint panas. Terapi dinyatakan selesai dengan prosesi ini. Namun efek dari pengobatan baru terlihat optimal bila pasien tidak mandi selama tiga hari, agar air dingin tidak masuk ke pori-pori tubuhnya. (Foto: Reuters)
Di akhir terapi pasien dibawa kembali ke motel terdekat untuk bermalam dan beristirahat. Terapi biasanya dilakukan selama 3-9 hari, tergantung pilihan pasien. Pengelola terapi rata-rata hanya mematok 39-52 dollar AS atau sekitar Rp 546.000-731.000 untuk sekali terapi, sudah termasuk akomodasi dan jatah makan selama terapi dilakukan. (Foto: Reuters)