Pengungsi Ethiopia Bertahan Hidup di Tengah Keterbatasan Obat-obatan

Perang saudara yang terjadi di kawasan Ethiopia membuat ribuan warganya mengungsi untuk mencari perlindungan. Setidaknya 40.000 orang telah mengungsi ke Sudan, negara tetangga Ethiopia akibat konflik di negara asal mereka.
Hidup di pengungsian bukan tanpa perjuangan. Para pengungsi tersebut pun harus bertahan hidup di tengah keterbatasan bantuan obat-obatan.
Dilansir dari AP, seorang pengungsi Ethiopia bernama Terhas Adiso bercerita mengenai perjuangannya untuk bertahan hidup dari HIV yang dimilikinya di tengah keterbatasan obat-obatan di pengungsian.

Adiso merupakan satu di antara pengungsi lainnya yang terbuka mengenai penyakit yang dideritanya namun memiliki kesulitan untuk mengakses obat-obatan yang dibutuhkannya.
Selain keterbatasan bantuan obat-obatan, kekurangan gizi yang diderita sejumlah pengungsi tersebut turut menjadi persoalan tersendiri.
Salah seorang pengungsi wanita bahkan harus berjuang bertahan hidup dari kondisi kekurangan gizi di tengah masa kehamilannya yang telah memasuki usia 9 bulan.

Bantuan obat-obatan menjadi hal krusial bagi sejumlah pengungsi yang hidup dengan penyakit berbahaya seperti halnya Adiso maupun sejumlah pengungsi lainnya.
Tanpa bantuan obat-obatan, kemungkinan mereka untuk bertahan hidup di tengah kondisi pengungsian yang terbatas menjadi kian sulit dan tak jarang membuat para pengungsi tersebut stres karena kekhawatiran mereka tak dapat bertahan hingga mendapatkan bantuan obat-obatan di pengungsian.
Perang saudara yang terjadi di kawasan Ethiopia membuat ribuan warganya mengungsi untuk mencari perlindungan. Setidaknya 40.000 orang telah mengungsi ke Sudan, negara tetangga Ethiopia akibat konflik di negara asal mereka.
Hidup di pengungsian bukan tanpa perjuangan. Para pengungsi tersebut pun harus bertahan hidup di tengah keterbatasan bantuan obat-obatan.
Dilansir dari AP, seorang pengungsi Ethiopia bernama Terhas Adiso bercerita mengenai perjuangannya untuk bertahan hidup dari HIV yang dimilikinya di tengah keterbatasan obat-obatan di pengungsian.
Adiso merupakan satu di antara pengungsi lainnya yang terbuka mengenai penyakit yang dideritanya namun memiliki kesulitan untuk mengakses obat-obatan yang dibutuhkannya.
Selain keterbatasan bantuan obat-obatan, kekurangan gizi yang diderita sejumlah pengungsi tersebut turut menjadi persoalan tersendiri.
Salah seorang pengungsi wanita bahkan harus berjuang bertahan hidup dari kondisi kekurangan gizi di tengah masa kehamilannya yang telah memasuki usia 9 bulan.
Bantuan obat-obatan menjadi hal krusial bagi sejumlah pengungsi yang hidup dengan penyakit berbahaya seperti halnya Adiso maupun sejumlah pengungsi lainnya.
Tanpa bantuan obat-obatan, kemungkinan mereka untuk bertahan hidup di tengah kondisi pengungsian yang terbatas menjadi kian sulit dan tak jarang membuat para pengungsi tersebut stres karena kekhawatiran mereka tak dapat bertahan hingga mendapatkan bantuan obat-obatan di pengungsian.