Warga beraktivitas di Kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (12/12/2022). Resesi seks bisa dialami oleh para pekerja karena terlalu mementingkan karir dari pada keturunan.
Adapun resesi seks ditandai dengan penurunan angka kelahiran lantaran warga tak ingin melakukan hubungan seks, menikah atau memiliki anak.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, menyebut, gaya hidup diduga menjadi penyebab terjadinya peristiwa tersebut.
Salah satu daerah yang disinggung adalah DI Yogyakarta. DIY secara keseluruhan memiliki angka kelahiran rata-rata 2,2 bahkan di beberapa kabupaten/kota 1,9. Artinya, kebanyakan perempuan melahirkan kurang dari dua anak.
Idealnya, untuk mencapai pertumbuhan penduduk yang sesuai diperlukan minimal satu perempuan melahirkan satu anak perempuan. Sebab, jika kemudian semakin sedikit perempuan yang melahirkan, minus growth secara nasional tidak mungkin terjadi.
Terdapat sejumlah faktor penyebab wanita tidak ingin menikah dan punya anak. Hal ini sempat disinggung oleh psikolog Indah Sundari Jayanti, MPsi, beberapa waktu lalu. Menurutnya, kencangnya tuntunan dan stigma pada wanita untuk menjadi ideal sesuai standar sosial bisa menjadi salah satu pemicunya.
Selain itu, terdapat kemungkinan lain bahwa keengganan untuk menikah dan mempunyai anak sudah lama dirasakan oleh seorang wanita. Dengan melihat banyak orang lain melakukan hal serupa, wanita tersebut merasa tervalidasi sehingga menjadi tidak ragu untuk mengikuti keinginannya.
Potensi terjadinya 'resesi seks' di Indonesia masih relatif panjang sehingga dapat diantisipasi lebih dini. Meskipun ada kemunduran usia pernikahan, masih banyak di antara suami istri yang fokus pada prokreasi atau menikah dengan tujuan memiliki anak.
Hasto juga menyebut Indonesia mempunyai program fertilitas melalui BKKBN yang membantu dan memberikan layanan untuk program kehamilan banyak orang. Ia mengungkap zero growth atau nihil kelahiran baru dilaporkan sejumlah wilayah seperti Jawa Timur hingga Jawa Tengah. Namun angka fertilitas di beberapa wilayah bisa menutupi ketinggalan tersebut.
Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartono menyebut 'resesi seks' bakal berujung pada krisis keluarga. Ini dipastikan berdampak pada banyak hal salah satunya yakni ekonomi, dari semula perputaran ekonomi di hal-hal terkait kebutuhan anak dan keluarga berjalan sebagaimana mestinya, menjadi 'mandet' akibat banyak orang yang tidak memiliki anak. Misalnya, tidak ada lagi kebutuhan popok, susu bayi formula, dan sebagainya.