Ancaman Kesehatan Warga Marunda di Balik Debu Batu Bara

Debu berwarna hitam dan pekat itu berasal dari sisa batu bara yang memang sudah sejak 2019 masuk ke Rusunawa Marunda. Karena kawasan Rusunawa Marunda itu dikelilingi oleh pabrik-pabrik besar yg terletak di objek vital nasional seperti Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan PT Karya Cipta Nusantara Marunda.

Sejak masalah kesehatan timbul di Rusunawa Marunda, operasional perusahaan KCN telah dihentikan pada 17 Juni 2022. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga sudah mengambil langkah tegas, namun bukan berarti masalah itu selesai. Salah satu pengurus Forum Masyarakat Rusunawa Marunda bernama Cecep Supriyadi terus mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk segera mengambil tindakan yang bisa membebaskan Rusunawa Marunda bebas dari pencemaran debu batu bara ini.

Buktinya, polusi udara dari batu bara itu masuk ke Rusunawa Marunda. Bahkan debu batubara itu telah menganggu kegiatan belajar di SDN Marunda 05 dan SMPN 290 karena lokasinya sangat dekat dengan pabrik-pabrik yang punya cerobong asap batu bara.

Berdasarkan data terbaru Januari 2023, korban debu batu bara di rusunawa Marunda yang dihimpun Forum Masyarakat Rusunawa Marunda (F-MRM), kini ada 66 warga yang mengeluhkan masalah kesehatan akibat pencemaran ini seperti gatal-gatal, batuk jangka panjang hingga infeksi saluran pernapasan.

Berdasarakan data dari F-MRM jumlah korban terbanyak akibat debu batu bara ini adalah penyakit kulit seperti gatal-gatal hingga iritasi. Anak-anak penghuni Rusunawa Marunda yang terimbas masalah ini juga harus menjalani pengobatan rutin selama 6 bulan akibat kontak dekat dengan orang tua mereka yang mengalami ISPA. 

Stasiun pemantau kualitas udara yang dipasang di Rusunawa Marunda itu terlihat belum memperlihatkan hasilnya dan pihak Dinas Lingkungan Hidup Jakarta juga mengakui mereka masih mengalami keterbatasan alat untuk memantau kasus pencemaran ini. Salah satu korban kesehatan dari cemaran udara akibat batu bara adalah Deti yang menderita infeksi saluran pernapasan dan batuk tak henti selama 8 bulan yang akhirnya juga terkena penyakit hernia dan harus menjalani operasi. 

Warga rusunawa Marunda mengeluhkan pencemaran lingkungan debu batubara ini sejak tahun 2019 dan belum ada aksi yang keras untuk menghentikan pencemaran ini. Salah satunya adalah mengkhawatirkan kesehatan dan masa depan anak-anak calon penerus bangsa di kawasan itu.

Sebelum KCN Marunda ditutup sementara, banyak tongkang batubara yang melakukan bongkar muat dekat laut yang bersebrangan langsung dekat sekolah tersebut. Jaraknya tak lebih dari 1 KM.

Tercatat sejak 3 September 2022, mulai terjadi kembali pencemaran lingkungan akibat debu batu bara itu di kawasan Rusunawa Marunda. Hal ini terbukti dengan hasil pendokumentasian warga dengan adanya lantai selasar rumah warga yang kembali menghitam akibat debu batu bara.

Hasil uji penelitian di cerobong asap kepada 5 perusahaan yang memiliki cerobong asap hasil pembakaran batu bara di sekitar wilayah Marunda menghasilkan data yang berbeda dari kenyataan di lapangan yakni memenuhi baku mutu alias tidak berbahaya dan itu tak masuk akal. Buktinya cemaran itu masih ada terlihat dengan jelas.

Kasihan anak bayi yang tak berdosa ini juga harus sudah menanggung dampak kesehatan kulitnya yang melepuh gatal-gatal akibat pencemaran debu batu bara. Bahkan sampai saat ini kulitnya belum sembuh dan tak ada pengobatan secara khusus untuk penanganan kasus ini.

Ibu 2 orang anak ini harus menjalani pengobatan rutin selama 6 bulan untuk terapi. Bahkan kedua anaknya harus ikut berobat karena memiliki kontak erat dengan sang ibu. Terlihat hasil xray yang bagian paru-parunya ada yang memutih.

Bagaimana kini nasib warga Rusunawa Marunda? Mereka masih akan terus berjuang dan menagih janji Pemprov DKI Jakarta untuk mengatasi permasalahan ini hingga tuntas. Mereka masih menunggu janji manis sambil tetap menghirup debu batu bara. 

Debu berwarna hitam dan pekat itu berasal dari sisa batu bara yang memang sudah sejak 2019 masuk ke Rusunawa Marunda. Karena kawasan Rusunawa Marunda itu dikelilingi oleh pabrik-pabrik besar yg terletak di objek vital nasional seperti Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan PT Karya Cipta Nusantara Marunda.
Sejak masalah kesehatan timbul di Rusunawa Marunda, operasional perusahaan KCN telah dihentikan pada 17 Juni 2022. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga sudah mengambil langkah tegas, namun bukan berarti masalah itu selesai. Salah satu pengurus Forum Masyarakat Rusunawa Marunda bernama Cecep Supriyadi terus mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk segera mengambil tindakan yang bisa membebaskan Rusunawa Marunda bebas dari pencemaran debu batu bara ini.
Buktinya, polusi udara dari batu bara itu masuk ke Rusunawa Marunda. Bahkan debu batubara itu telah menganggu kegiatan belajar di SDN Marunda 05 dan SMPN 290 karena lokasinya sangat dekat dengan pabrik-pabrik yang punya cerobong asap batu bara.
Berdasarkan data terbaru Januari 2023, korban debu batu bara di rusunawa Marunda yang dihimpun Forum Masyarakat Rusunawa Marunda (F-MRM), kini ada 66 warga yang mengeluhkan masalah kesehatan akibat pencemaran ini seperti gatal-gatal, batuk jangka panjang hingga infeksi saluran pernapasan.
Berdasarakan data dari F-MRM jumlah korban terbanyak akibat debu batu bara ini adalah penyakit kulit seperti gatal-gatal hingga iritasi. Anak-anak penghuni Rusunawa Marunda yang terimbas masalah ini juga harus menjalani pengobatan rutin selama 6 bulan akibat kontak dekat dengan orang tua mereka yang mengalami ISPA. 
Stasiun pemantau kualitas udara yang dipasang di Rusunawa Marunda itu terlihat belum memperlihatkan hasilnya dan pihak Dinas Lingkungan Hidup Jakarta juga mengakui mereka masih mengalami keterbatasan alat untuk memantau kasus pencemaran ini. Salah satu korban kesehatan dari cemaran udara akibat batu bara adalah Deti yang menderita infeksi saluran pernapasan dan batuk tak henti selama 8 bulan yang akhirnya juga terkena penyakit hernia dan harus menjalani operasi. 
Warga rusunawa Marunda mengeluhkan pencemaran lingkungan debu batubara ini sejak tahun 2019 dan belum ada aksi yang keras untuk menghentikan pencemaran ini. Salah satunya adalah mengkhawatirkan kesehatan dan masa depan anak-anak calon penerus bangsa di kawasan itu.
Sebelum KCN Marunda ditutup sementara, banyak tongkang batubara yang melakukan bongkar muat dekat laut yang bersebrangan langsung dekat sekolah tersebut. Jaraknya tak lebih dari 1 KM.
Tercatat sejak 3 September 2022, mulai terjadi kembali pencemaran lingkungan akibat debu batu bara itu di kawasan Rusunawa Marunda. Hal ini terbukti dengan hasil pendokumentasian warga dengan adanya lantai selasar rumah warga yang kembali menghitam akibat debu batu bara.
Hasil uji penelitian di cerobong asap kepada 5 perusahaan yang memiliki cerobong asap hasil pembakaran batu bara di sekitar wilayah Marunda menghasilkan data yang berbeda dari kenyataan di lapangan yakni memenuhi baku mutu alias tidak berbahaya dan itu tak masuk akal. Buktinya cemaran itu masih ada terlihat dengan jelas.
Kasihan anak bayi yang tak berdosa ini juga harus sudah menanggung dampak kesehatan kulitnya yang melepuh gatal-gatal akibat pencemaran debu batu bara. Bahkan sampai saat ini kulitnya belum sembuh dan tak ada pengobatan secara khusus untuk penanganan kasus ini.
Ibu 2 orang anak ini harus menjalani pengobatan rutin selama 6 bulan untuk terapi. Bahkan kedua anaknya harus ikut berobat karena memiliki kontak erat dengan sang ibu. Terlihat hasil xray yang bagian paru-parunya ada yang memutih.
Bagaimana kini nasib warga Rusunawa Marunda? Mereka masih akan terus berjuang dan menagih janji Pemprov DKI Jakarta untuk mengatasi permasalahan ini hingga tuntas. Mereka masih menunggu janji manis sambil tetap menghirup debu batu bara.