Nah, ketika si kecil mengutarakan rasa penasarannya terhadap kondisi sang teman yang tak biasa, orang tua bisa menjelaskan dengan 'bahasa anak', demikian dikatakan Eka Yulianti Yusuf dari Rumah Autis.
"Jelaskan pada orang tua kalau teman mereka ini memang berbeda, tapi tetap bisa main kok, cuma ada beberapa hal yang dia lakukan dan nggak sama dengan kamu, katakan saja seperti itu pada orang tua," terang Eka ditemui usai 'Save the Children: Equal Rights Equal Opportunities' di Bebek Bengil Resto, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/12/2014).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan memberi penjelasan seperti itu pada anak, diharapkan mereka tidak menganggap temannya yang berkebutuhan khusus lemah. Justru anak bisa menganggap temannya sama dengan dirinya sehingga tidak ada perlakuan berbeda atau perasaan untuk membully sang teman.
Menurut pengalaman Eka yang sudah 5 tahun bergabung dengan rumah autis, khususnya bagi anak penyandang autis sangat jarang yang menanyakan mengapa kondisi dirinya berbeda dengan orang lain. Justru, orang tua, keluarga, dan lingkunganlah yang harus menerima mereka.
"Sering orang tua tidak mau menerima keadaan anak mereka. Kalau orang tuanya saja tidak mau menerima bagaimana masyarakat mau nerima kan. Begitu juga penerimaan dari sibling (saudara) supaya tidak ada rasa iri mengapa si kakak atau adiknya lebih diperhatikan," terang Eka.
Setelah penerimaan dari orang tua dan keluarga, edukasi pada masyarakat untuk menghilangkan stigma negatif pada masyarakat juga diperlukan. Sehingga, anak berkebutukan khusus pun masih bisa menjalani hidup normal dan berprestasi layaknya anak-anak lain.
(rdn/vit)











































