Diutarakan Dr Jong M Choe, MD dari Urodynamics/Continence Center, Department of Surgery, Division of Urology, University of Cincinnati Medical Center, penyebab parafimosis paling sering yakni iatrogenik. Pada orang dewasa, parafimosis kerap terjadi pada mereka yang belum dikhitan.
"Kondisi ini sering terjadi setelah pemeriksaan penis, katerisasi uretra atau cytoscopy. Parafimosis biasanya terjadi setelah pemasangan kateter. Selama kateter dipasang, kulup akan ditarik dan kepala penis berada dalam posisi menggantung," tutur Dr Choe.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kejadian parafimosis cukup jarang dan dapat terjadi pada anak maupun dewasa pada usia berapa saja. Tapi, tidak pernah kami dapatkan kasus ini pada anak-anak yang memainkan sendiri penisnya," tutur dr Ayodia Soebadi dari RSUD Dr Soetomo Surabaya saat dihubungi detikHealth dan ditulis pada Kamis (8/1/2015).
Dikutip dari drugs.com, ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya parafimosis. Fimosis, kondisi kulup penis yang ketat dan kecil sejak lahir, membuat anak-anak lebih rentan mengalami parafimosis.
Selain itu, kebersihan di area kulup penis juga patut diperhatikan. Sebab, smegma (semacam zat lilin putih dari tubuh untuk menjaga kepala penis halus dan lembut), urine, dan zat lain bisa menggumpal di bawah kulup hingga menyebabkan infeksi atau iritasi.
Kemudian, hindari terjadinya cedera langsung pada penis yang bisa menimbulkan jaringan parut karena guratan pada jaringan parut bisa membuat kulup sulit kembali ke posisi semula.
(rdn/vit)











































