Anak-anak perlu mendapat pemahaman yang baik dari orang tua dan orang-orang di lingkungan sekitarnya agar tidak salah menerima informasi.
"Media juga harus memperhatikan gambar-gambarnya agar tidak terlalu vulgar seperti mayat gosong atau korban berdarah-darah, karena ini bisa tertanam dalam proses visualisasi anak," kata Tia Rahmania M.Psi, psikolog dari Kancil yang juga pengajar di program studi psikologi Universitas Paramadina ketika dihubungi detikHealth, Jumat (17/7/2009).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sesuaikan dengan usia anak untuk memberikan informasi yang benar soal pemboman tersebut. "Kalau anak di bawah pra remaja orang tua bisa menjelaskan bahwa aksi yang dilihatnya itu merugikan orang lain. Atau ketika anak sudah remaja jelaskan dari nilai-nilai HAM karena mencabut hak hidup orang lain," tutur Tia.
Menurutnya yang paling terpukul adalah anak-anak dari keluarga korban karena akan menimbulkan trauma yang berkepanjangan. "Kalau dia anak dari keluarga korban dampaknya akan dahsyat perlu penanganan lebih khusus seperti ke psikolog karena ditakutkan jiwanya terguncang," jelas Tia.
Tia juga memahami jika orang tua akan makin protektif terhadap anak setelah kasus pemboman yang terus bermunculan. "Ketika orangtua tidak mau anaknya bermain di tempat keramaian harus dijelaskan alasannya sehingga anak bisa lebih mengerti," katanya.












































