Kampung Kusta Kini Tak Lagi Tersandera

Kampung Kusta Kini Tak Lagi Tersandera

- detikHealth
Rabu, 19 Mei 2010 09:34 WIB
Kampung Kusta Kini Tak Lagi Tersandera
Tangerang - Menyebut Kampung Kusta di wilayah Tangerang yang terbayang adalah sekelompok penderita penyakit kusta yang terisolasi karena tidak ada masyarakat yang mau menerima si penyandang lepra.

Tapi itu cerita lama, lambat laun masyarakat kini mulai bisa berbaur dengan warga kampung kusta. Informasi yang terus diberikan bahwa kusta tidak gampang menular, diskriminasi terhadap penderita kusta mulai agak berkurang.

Di kampung yang lokasinya persis di belakang RSK Dr Sitanala ini memang mudah menemukan warga yang anggota tubuhnya sudah tidak lengkap, misalnya tidak memiliki jari tangan atau kaki. Namun tidak sedikit yang sekilas tampak normal, karena tidak semuanya mengalami cacat permanen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Secara administratif, kampung kusta memang bukan nama desa atau kelurahan. Tempat tersebut merupakan sebuah kompleks permukiman yang meliputi kurang lebih 5 RT di wilayah Desa Karangsari, Kecamatan Neglasari, Tangerang, Banten.

Dijuluki kampung kusta karena memang mayoritas penghuninya adalah mantan penderita kusta, yang pernah dirawat di Rumah Sakit Kusta (RSK) Dr Sitanala. Tidak ada warga asli, seluruhnya adalah pendatang dari berbagai penjuru
nusantara.

Ketua RT 01, M. Mistam yang ditemui detikHealth, Selasa (18/5/2010) mengungkapkan bahwa populasi mantan penderita kusta paling besar berada di wilayahnya. Di RT tersebut terdapat 323 warga, 221 di antaranya pernah menderita kusta dengan berbagai tingkat keparahan.

"Dulunya memang tempat ini yang jadi penampungan penderita kusta dari DKI. Makin lama penghuninya datang dari mana-mana, akhirnya meluas hingga RT 05," ungkap Mistam yang terkena kusta sekitar tahun 1968.

Ketika masuk ke kampung kusta akan mudah menemukan warga yang anggota tubuhnya sudah tidak lengkap, misalnya tidak memiliki jari tangan atau kaki.

"Yang paling parah, jari-jarinya sudah habis dan kedua kakinya diamputasi. Kalau cepat diobati sebenarnya tidak akan menyebabkan kecacatan," tambah Mistam sambil memperlihatkan jemarinya yang masih tetap utuh.

Menurut pria asal Subang tersebut, tidak semua penghuni kampung kusta datang dari kalangan tak berpunya. Meski status ekonomi berbeda, masalah yang dihadapi hampir sama yakni tidak diterima lagi di lingkungan yang lama.

Ada juga anak seorang bos, yang menjalani pengobatan pada tahun 2005. Meski sembuh, orang itu memilih tinggal di situ sejak setahun lalu karena tidak ingin membuat malu keluarganya.

Sementara itu Mistam yang kini bekerja sebagai karyawan di RSK Dr Sitanala, kusta tidak seseram yang dibayangkan orang asalkan diobati dengan benar.

"Buktinya warga kampung ini sebagian besar tetap produktif, kecuali yang usianya memang sudah lanjut. Kebanyakan dari warga sini bekerja sebagai tukang becak, buruh bangunan dan petugas kebersihan," kata Mistam penuh semangat.

Bukti lain bahwa kusta tidak menyeramkan adalah semakin banyak orang sehat yang hidup berdampingan dengan harmonis bersama mantan penderita kusta di kampung tersebut. Kini sudah banyak orang luar yang menikah dengan anak mantan penderita, kemudian ikut menetap di situ.

Meski 'sandera' terhadap kampung kusta mulai mencair tapi itu belum jaminan penderita kusta diterima utuh oleh masyarakat. Masih ada saja yang menerima perlakuan diskriminatif ketika berada di luar lingkungannya.

Kelompok penderita atau bekas penderita kusta biasanya hidup bersama karena sulitnya mendapatkan penerimaan dari warga sekitar.

Diantara penyakit menular lainnya kusta termasuk sulit menular. Lebih 95% dari total penduduk dunia secara alamiah kebal terhadap penyakit ini. Diperkirakan penularan yang terjadi ada hubungannya dengan kondisi kekurangan gizi dan kemiskinan.

Namun setelah penderita kusta mengkonsumsi obat dari tenaga medis, maka dalam waktu 2 x 24 jam penderita sudah tidak menularkan penyakitnya lagi. Sayangnya saat ini masyarakat tidak memiliki pengetahuan yang cukup terhadap penyakit kusta, sehingga mengakibatkan diskriminasi terhadap penderita kusta di masyarakat.

Cara penularannya dari manusia ke manusia melalui droplet atau udara. Penyebaran penyakit ini karena kontak lama dengan penderita dan orang yang kekebalan tubuhnya menurun menjadi incarannya. Faktor utama penularannya adalah karena gizi buruk yang mengakibatkan kerusakan sistem imunitas tubuh.

Pengobatan penyakit kusta membutuhkan waktu 6-12 bulan. Diperlukan kombinasi 2-3 jenis obat yang diminum secara teratur. Kuman penyebab kusta ini sama dengan kuman penyebab tuberkulosis. Obat yang digunakan saat ini antara lain rifamfisin, dapsone dan clofaziminie.

Untuk mengetahui penderita kusta sudah sembuh atau belum dapat dilakukan pemeriksaan secara umum oleh dokter dan pemeriksaan darah tertentu serta yang terpenting pemeriksaan kuman penyebabnya.

(up/ir)

Berita Terkait