Kanker serviks disebabkan oleh infeksi Human Pappiloma Virus (HPV). Virus ini sebagian besar menular lewat hubungan seksual, namun pada kasus yang jarang, bisa juga terinfeksi karena pola hidup yang kurang bersih. Untuk mendeteksinya bisa digunakan metode papsemar ataupun IVA.
Papsmear dilakukan dengan cara mengambil lendir dari leher rahim untuk dites di laboratorium. Sedangkan tes IVA dilakukan dengan menggunakan asam asetat 3 - 5 yang lebih murah dan bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih. Tingkat keakuratannya hampir sama dengan papsmear. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang tidak memahami pemeriksaan ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dr Laila tergerak mengkampanyekan pemeriksaan ini karena kasus kanker serviks di Indonesia cukup banyak dan sebagian besar bisa dicegah. Kanker serviks sendiri disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV), sedangkan virus ini memiliki 200 jenis yang sudah teridentifikasi. Sebanyak 100 di antaranya diketahui dapat menginfeksi manusia.
Dari jumlah tersebut, 30 tipe HPV dapat menyerang ke organ kelamin dan sebanyak 15 tipe tergolong onkogenik atau dapat menyebakan kanker serviks. Jika kanker serviks ditemukan dalam tahap pra kanker, maka potensi untuk kesembuhan masih besar. Selain itu, pemberian vaksin juga dapat melindungi tubuh dari infeksi HPV.
Yang mengkhawatirkan, dr Laila menerangkan bahwa infeksi HPV seringkali tidak menimbulkan gejala dan baru menyebabkan kanker setelah 10 - 17 tahun kemudian. Diperkirakan sampai usia 50 tahun, 8 dari 10 perempuan pernah terinfeksi HPV. Oleh karena itu, pemberian vaksin idealnya dilakukan ketika wanita belum aktif secara seksual.
"Penyakitnya untuk di Indonesia biasanya sudah masuk stadium lanjut, masuk stadium 2B ke atas. Memang pemeriksaan papsmear atau IVA tidak bisa 100 persen mendeteksi, tapi kan sudah dibuktikan orang yang sudah melakukan pemeriksaan umumnya bisa ketahuan, walau ada 1 - 2 yang lolos," terang dr Laila.
Keseriusan dr Laila mengkampanyekan kesadaran akan kanker serviks sebenarnya bisa dibilang terjadi begitu saja. Dr Laila sendiri tidak memiliki latar belakang keluarga yang berkaitan dengan kanker. Ketertarikan dr Laila muncul karena menyusun tesis tentang kanker ovarium kemudian disusul dengan disertasinya tentang IVA.
Sampai saat ini, dr Laila getol mengkampanyekan masyarakat tentang perlunya pemeriksaan papsemar dan IVA. Pemeriksaan kanker serviks dengan metode IVA sendiri kini sudah bisa dilakukan di puskesmas dengan harga yang terjangkau. Untuk sementara, dr Laila masih berupaya memberikan pemahaman mengenai kanker serviks.
"Kami ingin mereka meyadari ada faktor-faktor risiko seperti ganti-ganti pasangan, merokok dan early marriage. Tapi yang perlu kita garis bawahi adalah semua perempuan bisa terkena HPV. Oleh karena itu mereka harus tahu apa itu papsmear dan IVA," pungkas dr Laila.
BIODATA
Nama: Dr. dr. Laila Nuranna SpOG(K)
Tempat tanggal Lahir: Surabaya, 10 April 1954
Pendidikan:
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (1979)
Spesialis Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (1986)
Karir:
Dosen Obstetri dan Ginekologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Praktik:
Rumah Sakit Cipto Mangukusumo (RSCM)
Organisasi:
Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI)
Yayasan Kanker Indonesia (YKI)
(pah/up)











































