Diagnosis Diri Sendiri Hanya Lewat Informasi di Internet? Ini Bahayanya

Diagnosis Diri Sendiri Hanya Lewat Informasi di Internet? Ini Bahayanya

- detikHealth
Kamis, 17 Okt 2013 14:43 WIB
Diagnosis Diri Sendiri Hanya Lewat Informasi di Internet? Ini Bahayanya
Foto: Ilustrasi/Thinkstock
Jakarta - Kemajuan teknologi saat ini tak diragukan lagi banyak membantu pekerjaan dan aktivitas masyarakat, namun tak sepenuhnya benar bagi dunia kesehatan. Banyaknya informasi tentang penyakit membuat orang justru enggan ke dokter dan terbiasa mendiagnosis dirinya sendiri, atau disebut sebagai Cyberchondria.

Dilansir Medical Daily, Kamis (17/10/2013), orang-orang saat ini justru membahayakan kondisi kesehatan dirinya sendiri dengan mencari informasi di internet. Padahal kebiasaan ini sebenarnya justru meningkatkan kecemasan dan kebingungan.

Psikolog mengingatkan bahwa kondisi seperti ini jika diteruskan tidak hanya akan memicu munculnya stres yang tidak perlu, tetapi juga memperburuk gejala yang ada dan membuat orang tersebut malas ke dokter, sehingga pemberian pengobatan dan perawatan yang tepat pun menjadi tertunda.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Studi terbaru ini menjelaskan bahwa cyberchondria dapat memperpanjang periode gejala penyakit tertentu. Bagi sebagian orang, rasa takut ini kemudian membuatnya justru merasa tak pasti dengan kondisinya dan kemudian akan terus-menerus mencari informasi selanjutnya di internet kembali agar lebih tenang. Tapi hasil yang didapat justru semakin cemas.

Menurut penulis studi ini, Thomas Fergus, dari Baylor University, AS, ketidakpastian ini muncul sebagai akibat ketakutan yang kemudian tumbuh menjadi persepsi kondisi-kondisi lain yang sebenarnya mungkin tak ada namun dianggap ada, terkait dengan gejala yang mereka rasakan.

"Sebagai contoh, jika saya melihat situs tentang cedera otak traumatis, saya mungkin cenderung khawatir berlebihan dan berpikir itulah penyebab adanya benjolan di kepala saya," tutur Thomas.

Untuk menyelidiki prevalensi cyberchondria, para peneliti melakukan wawancara terhadap 512 orang dewasa yang sehat. Dalam wawancara ini, peneliti ingin mengetahui seberapa banyak angka kecemasan terhadap kondisi kesehatan berkaitan dengan pencarian informasi secara online. Selain itu peneliti juga mencari tahu toleransi peserta tentang ketidakpastian atau intolerance of uncertainty (IU).

"Hubungan antara frekuensi pencarian internet untuk informasi medis dan kecemasan menjadi semakin kuat karena IU para peserta meningkat," para peneliti menyimpulkan.

Salah satu alasan di balik munculnya cyberchondria adalah kesalahpahaman yang tersebar luas akibat banyaknya informasi yang terdapat di dalam internet. Sebagian orang percaya bahwa internet dan dokter pada dasarnya sama, karena keduanya mendiagnosis suatu penyakit berdasarkan gejala yang dilaporkan. Padahal keduanya sangat berbeda.

Komputer hanya memeriksa informasi berdasarkan masukan database penulisnya, sementara dokter menggunakan ilmu yang telah ia pelajar selama lebih dari 6 tahun. Terlebih lagi, dokter juga dapat menentukan apakah gejala tersebut saling berhubungan, independen, atau menunjukkan kondisi lain. Oleh sebab itu, jika dirasakan Anda memiliki kelainan atau kondisi tertentu, segera temui dokter Anda untuk berkonsultasi langsung.

Hasil studi ini telah dipublikasikan dalam jurnal Cyberpsychology, Behavior and Social Networking.

(ajg/vit)

Berita Terkait