Gigi Sensitif Tidak Bisa Disepelekan, Ini Alasannya

Gigi Sensitif Tidak Bisa Disepelekan, Ini Alasannya

- detikHealth
Senin, 28 Okt 2013 17:01 WIB
Gigi Sensitif Tidak Bisa Disepelekan, Ini Alasannya
Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Yogyakarta - Kesehatan gigi dan mulut dirasa masih belum menjadi perhatian utama masyarakat. Padahal sudah banyak riset yang memaparkan bahayanya cara menggosok gigi yang salah atau malas sikat gigi sebelum tidur, misalnya. Salah satu gangguan gigi yang kerap disepelekan adalah gigi sensitif.

"Gigi sensitif adalah hidden complaint, keluhan tersembunyi. Pasien merasakan ngilu tapi tidak mengeluh atau menganggap sepele gigi sensitif," tandas Dr. drg. Ahmad Syaifi, Sp. Perio., dalam acara temu media dan sosialisasi kerjasama GlaxoSmithKline (GSK) dengan Kementerian Kesehatan RI, Dukung Puskesmas TIngkatkan Layanan Kesehatan Gigi dan Mulut Masyarakat, yang diselenggarakan di Puskesmas Depok III Sleman DI Yogyakarta, Senin (28/10/2013).

Dari data Ipsos Indonesia 2011 juga menunjukkan 45 persen atau 115 juta masyarakat Indonesia (usia 19-50 tahun) mengalami gigi sensitif namun 52 persen di antaranya tidak berkonsultasi kepada dokter ataupun menangani keluhannya. Tapi ini belum seberapa, 75 persen penderita gigi sensitif sudah berupaya menangani keluhannya namun tidak menggunakan solusi yang baik dan benar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lalu apa itu gigi sensitif? drg. Ahmad Syaifi yang akrab disapa dengan drg. Asep menerangkan gigi sensitif atau hipersensitivitas dentin merupakan sensasi nyeri yang pendek dan tajam yang terasa di gigi. Apalagi di Yogyakarta, dimana notabene masyarakatnya menggemari makanan manis, risiko masyarakatnya terkena gigi sensitif bisa jadi lebih tinggi.

Sebab makanan manis yang tekanan osmosisnya lebih tinggi daripada jenis makanan lainnya diduga memberikan tekanan yang lebih besar pada gigi sehingga dapat menimbulkan abrasi leher gigi. Abrasi atau pengikisan pada leher gigi inilah cikal bakal dari gigi sensitif.

"Tapi kebanyakan kasus gigi sensitif sebenarnya terjadi karena sikat gigi yang salah. 91 Persen masyarakat Indonesia sudah menyikat gigi, namun hanya 7,3 persen saja yang sudah melakukannya dengan benar," ujar Direktur Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prof Soedomo Universitas Gadjah Mada tersebut.

"Dan perlu diingat, menggosok gigi itu bukan untuk memutihkan gigi tapi hanya membuang plak. Makanya kalau setelah digosok tapi tetep nggak putih-putih, orang akan terus mencari pasta gigi yang bisa memutihkan, padahal itu tidak benar. Karena terus digosok, dentinnya terbuka, sehingga terjadi abrasi email leher gigi dan gusi melorot. Pada akhirnya inilah yang menyebabkan gigi sensitif," tegasnya.

Sensasi nyeri yang tajam dan pendek yang dialami penderita gigi sensitif biasanya dipicu oleh udara dingin, tekanan udara yang tinggi, gigi mengering, paparan gula maupun asam, atau adanya tekanan tertentu pada gigi.

drg. Asep mengingatkan bahwa permasalahan gigi sensitif ini tak dapat diabaikan. Dengan mengacu pada konsep 'oral health related to quality of life', gigi sensitif tergolong ke dalam faktor psikososial yang menyebabkan kualitas hidup seseorang bisa menurun karena menimbulkan ketidaknyamanan. Jika tidak ditangani dengan benar, gigi sensitif akan berdampak buruk terhadap kesehatan gigi dan mulut secara menyeluruh.

Namun karena masalah utama pada kasus gigi sensitif dewasa ini adalah kurangnya kepedulian masyarakat terhadap hal itu, maka solusinya diperlukan tenaga kesehatan yang getol dan ajeg mempromosikan kesehatan gigi dan mulut, berikut prosedur perawatannya. Tak lain demi mencegah terjadinya gigi sensitif yang dapat menurunkan kualitas hidup si pasien.


(vit/vit)

Berita Terkait