Trauma atau cedera di bagian kepala memang lebih berbahaya karena sangat erat hubungannya dengan otak. Apalagi bila terjadi pada anak yang pertumbuhan otak dan tulang tengkoraknya belum sempurna. Trauma kepala bahkan merupakan penyebab kematian dan kecacatan pada anak tertinggi di dunia, termasuk di Indonesia.
Namun tidak semua trauma atau benturan pada kepala anak berbahaya. Orang tua bisa mengklasifikasi sendiri gejalanya sebelum buru-buru membawa anak ke dokter.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dr Attila, saat anak mengalami benturan di kepala, orang tua bisa mengklasifikasikan sendiri berdasarkan derajat kesadaran (Glasgow coma scale atau GCS), yaitu dengan cara sebagai berikut:
1. Respons buka mata
Bila setelah terbentur anak menangis tapi masih bisa membuka mata atau melek, maka orang tua tak perlu khawatir. Bila benturan menyebabkan gangguan pada otak, anak biasanya akan kesulitan membuka atau lebih sering terlihat mengantuk.
2. Respons gerak atau motorik
Bila setelah terbentur anak masih bisa mengikuti perintah, seperti mengangkat tangan atau mengangguk, berarti kondisinya masih aman. Tapi bila ia tak memberikan respons gerak, maka segeralah dibawa ke dokter.
3. Respons verbal
Bila setelah terbentur anak masih bisa diajak bicara dan menjawab pertanyaan, maka kondisinya bisa dibilang baik-baik saja. Yang bahaya adalah bila napas anak tiba-tiba seperti orang sedang mendengkur, sesak dan berbunyi, meski ia sedang tidak tidur. Bila sudah begitu, segera bawa anak Anda ke dokter.
"Saat anak mengalami trauma kepala, harus diperiksa dengan cermat dalam 24-72 jam pertama. Benjol, memar atau berdarah belum pasti gegar otak. Biasanya karena ada perdarahan di kulit kepala, relatif tidak berbahaya asal anak sadar penuh, tidak muntah, tidak pusing dan tidak tampak mengantuk terus," tutur dr Attila.











































