Karawitan, Tak Cuma untuk Terapi Tapi Juga Sarana Ukir Prestasi Siswa Autis

Karawitan, Tak Cuma untuk Terapi Tapi Juga Sarana Ukir Prestasi Siswa Autis

- detikHealth
Rabu, 02 Apr 2014 18:30 WIB
Karawitan, Tak Cuma untuk Terapi Tapi Juga Sarana Ukir Prestasi Siswa Autis
Karawitan (Foto: dok. Bina Anggita)
Yogyakarta - Tak hanya indah dan memberikan ketenangan, rupanya seni juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana terapi. Salah satu seni yang dimanfaatkan sebagai media terapi autisme adalah seni karawitan. Seni musik Jawa itu rutin diberikan kepada para siswa di SLB khusus penyandang autisme, Bina Anggita, sejak tahun ajaran 2008/2009.

Berawal dari penelitian yang dilakukan oleh seorang dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Budi Raharja, Sekolah Autis Bina Anggita mulai memberikan pelajaran seni karawitan kepada para siswanya. Penelitian tersebut bertujuan untuk meneliti manfaat karawitan bagi para penyandang autisme.

"Karawitan itu bermanfaat untuk terapi anak-anak autis karena melatih konsentrasi juga meredam agar anak tidak hiperaktif. Karena pengalaman selama ini, sebelum anak memainkan karawitan, mereka suka berlari ke sana ke mari. Tetapi setelah bermain karawitan mereka bisa lebih tenang," ujar Yuniasih, guru penanggung jawab kegiatan kesenian di SLB Bina Anggita, Yogyakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski penelitian studi S-3 itu kini telah usai, kegiatan yang dicetuskan oleh Budi tetap langgeng. Bahkan, karawitan merupakan salah satu kegiatan unggulan yang paling digemari para siswa. Mereka selalu tak sabar menanti kelas karawitan yang diadakan setiap hari Selasa. Selain karawitan, para siswa tersebut juga mendapat kelas lain seperti melukis, memasak, menari, berenang, serta olahraga.

Tahun 2013 lalu, kegiatan karawitan di SLB Bina Anggita meraih penghargaan dari Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI). Penghargaan tersebut disabet karena SLB Bina Anggita berhasil menyelenggarakan pagelaran karawitan yang pemusiknya merupakan penyandang autis.

"Anak-anak autis itu egois dan individualis. Tapi saat bermain dalam satu tim karawitan, mereka bisa kompak memainkan alat dan membentuk suatu lagu," terang Yuniasih ketika berbincang dengan detikHealth dan ditulis pada Rabu (2/4/2014).

Tak heran jika kini SLB Bina Anggita kebanjiran permintaan pagelaran. Bahkan, Yuniasih mengaku sempat menolak beberapa permintaan untuk tampil. Pasalnya beberapa pemohon meminta anak-anak tampil pada malam hari.

Meski para penyandang autis memiliki kekurangan, ujar Yuniasi, mereka memiliki kelebihan dalam musik. Anak-anak tersebut dapat mempelajari sebuah tembang karawitan hanya dalam satu pertemuan dan menyempurnakannya pada pertemuan kedua. Terkadang, guru pengampu pun merasa kalah terampil.

(vta/vta)

Berita Terkait