Berawal dari penelitian yang dilakukan oleh seorang dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Budi Raharja, Sekolah Autis Bina Anggita mulai memberikan pelajaran seni karawitan kepada para siswanya. Penelitian tersebut bertujuan untuk meneliti manfaat karawitan bagi para penyandang autisme.
"Karawitan itu bermanfaat untuk terapi anak-anak autis karena melatih konsentrasi juga meredam agar anak tidak hiperaktif. Karena pengalaman selama ini, sebelum anak memainkan karawitan, mereka suka berlari ke sana ke mari. Tetapi setelah bermain karawitan mereka bisa lebih tenang," ujar Yuniasih, guru penanggung jawab kegiatan kesenian di SLB Bina Anggita, Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun 2013 lalu, kegiatan karawitan di SLB Bina Anggita meraih penghargaan dari Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI). Penghargaan tersebut disabet karena SLB Bina Anggita berhasil menyelenggarakan pagelaran karawitan yang pemusiknya merupakan penyandang autis.
"Anak-anak autis itu egois dan individualis. Tapi saat bermain dalam satu tim karawitan, mereka bisa kompak memainkan alat dan membentuk suatu lagu," terang Yuniasih ketika berbincang dengan detikHealth dan ditulis pada Rabu (2/4/2014).
Tak heran jika kini SLB Bina Anggita kebanjiran permintaan pagelaran. Bahkan, Yuniasih mengaku sempat menolak beberapa permintaan untuk tampil. Pasalnya beberapa pemohon meminta anak-anak tampil pada malam hari.
Meski para penyandang autis memiliki kekurangan, ujar Yuniasi, mereka memiliki kelebihan dalam musik. Anak-anak tersebut dapat mempelajari sebuah tembang karawitan hanya dalam satu pertemuan dan menyempurnakannya pada pertemuan kedua. Terkadang, guru pengampu pun merasa kalah terampil.
(vta/vta)











































