Kehidupan Christine terbilang normal, ia menikah dengan suaminya dan memiliki dua anak perempuan. Ia pun bisa bekerja seperti biasanya. Namun, di tahun 2010 Christine mulai putus asa dengan keadaannya hingga ia mencoba bunuh diri di tahun 2012 sampai dirawat di RS.
"Selama dua tahun aku merasa tidak berguna. Aku membenci diriku sendiri, tidak bahagia, sampai aku harus berpisah dengan suamiku, pindah kerja, bahkan mengajak anakku pindah ke rumah baru tapi aku tetap merasa lelah dan kesepian," kisah Christine seperti dikutip dari CNN, Senin (12/5/2014).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Suatu hari tiba-tiba pandanganku gelap dan saat itu pertama kalinya aku meminta bantuan dengan menelepon ambulans. Saat sadar di rumah sakit, aku sempat marah mengapa aku masih selamat. Tapi semua tiba-tiba sirna setelah melihat wajah sahabat, anak, dan keluargaku," tutur Chaterine.
Ya, dokter mendiagnosa Chaterine mengalami gangguan kecemasan, depresi berat, dan gangguan obsesif komplusif. Depresi berat yang dialaminya karena pengaruh riwayat depresi di keluarganya. Sejak saat itu, ia mulai membuka diri dan bersedia diobati dengan beberapa terapi.
Selain berkonsultasi, Christine juga mengonsumsi beberapa antidepresan yang dibarengi dengan rutin olahraga, tidur minimal tujuh jam sehari, dan menjalani me time setiap satu hari dalam seminggu. Ia juga kini aktif bergerak di National Suicide Prevention Lifeline.
"Aku ingin berbagi cerita dengan orang lain supaya jangan sampai merasakan hal sepertiku. Ketika Anda depresi, segeralah meminta bantuan orang lain dan ingatlah masih ada orang yang menyayangi Anda yaitu keluarga, anak, dan pasangan seperti yang kumiliki saat ini," ucap Chaterine.
(rdn/vit)











































